RSS

PENGERTIAN BETON

Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan untuk, jalan, dan lain lain. Beton merupakan satu kesatuan yang homogen. Beton ini didapatkan dengan cara mencampur agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil), atau jenis agregat lain dan air, dengan semen portland atau semen hidrolik yang lain, kadang kadang dengan bahan tambahan (additif) yang bersifat kimiawi ataupun fisikal pada perbandingan tertentu, sampai menjadi satu kesatuan yang homogen. Campuran tersebut akan mengeras seperti batuan. Pengerasan terjadi karena peristiwa reaksi kimia antara semen dengan air. Beton yang sudah mengeras dapat juga dikatakan sebagai batuan tiruan, dengan rongga rongga antara butiran yang besar (agregat kasar atau batu pecah), dan diisi oleh batuan kecil (agregat halus atau pasir), dan poripori antara agregat halus diisi oleh semen dan air (pasta semen). Pasta semen juga berfungsi sebagai perekat atau pengikat dalam proses pengerasan,sehingga butiran butiran agregat saling terekat dengan kuat sehingga terbentuklah suatu kesatuan yang padat dan tahan lama. Membuat beton sebenarnya tidaklah sederhana hanya sekedar mencampurkan bahan-bahan dasarnya untuk membentuk campuran yang plastis sebagaimana sering terlihat pada pembuatan bangunan sederhana. Tetapi jika ingin membuat beton yang baik, dalam arti memenuhi persyaratan yang lebih ketat karena tuntutan yang lebih tinggi, maka harus diperhitungkan dengan seksama cara-cara memperoleh adukan beton segar yang baik dan menghasilkan beton keras yang baik pula. Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, dapat diangkut, dapat dituang, dapat dipadatkan, tidak ada kecenderungan untuk terjadi pemisahan kerikil dari adukan maupun pemisahan air dan semen dari adukan. Beton keras yang baik adalah beton yang kuat, tahan lama, kedap air, tahan aus, dan kembang susutnya kecil (Tjokrodimulyo 1996 : 2)
Beton memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain sebagai berikut (Tjokrodimulyo 1996 :

Kelebihan Beton
1. Beton mampu menahan gaya tekan dengan baik, serta mempunyai sifat tahan terhadap korosi dan pembusukan oleh kondisi lingkungan.
2. Beton segar dapat dengan mudah dicetak sesuai dengan keinginan. Cetakan dapat pula dipakai berulang kali sehingga lebih ekonomis.
3. Beton segar dapat disemprotkan pada permukaan beton lama yang retak maupun dapat diisikan kedalam retakan beton dalam proses perbaikan.
4. Beton segar dapat dipompakan sehingga memungkinkan untuk dituang pada tempat yang posisinya sulit.
5. Beton tahan aus dan tahan bakar, sehingga perawatannya lebih murah.

Kekurangan Beton
1. Beton dianggap tidak mampu menahan gaya tarik, sehingga mudah retak, Oleh karena itu perlu di beri tulangan sebagai penahan gaya tarik.
2. Beton keras menyusut dan mengembang bila terjadi perubahan suhu,sehingga perlu dibuat dilatasi (expansion joint) untuk mencegah terjadinya retakan retakan akibat terjadinya perubahan suhu.
3. Untuk mendapatkan beton kedap air secara sempurna, harus dilakukan dengan pengerjaan yang teliti.
4. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan diteliti secara seksama agar setelah dikompositkan dengan baja tulangan menjadi
bersifat daktail, terutama pada struktur tahan gempa.
Lengkapnya oM ...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

ASPAL BETON CAMPURAN PANAS (HOT MIX)

A. PENYAJIAN

Aspal beton campuran panas merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu. Untuk mengeringkan agregat dan mendapatkan tingkat kecairan yang cukup dari aspal sehingga diperoleh kemudahan untuk mencampurnya, maka kedua material harus dipanaskan dulu sebelum dicampur. Karena dicampur dalam keadaan panas maka seringkali disebut sebagai “ hot mix “.
pekerjaan pencampuran dilakukan di pabrik pencampur , kemudian dibawa ke lokasi dan di hampar dengan mempergunakan alat penghampar (paving machine) sehingga diperoleh lapisan lepas yang seragam dan merata untuk selanjutnya dipadatkan dengan mesin pemadat dan akhirnya diperoleh lapisan padat aspal beton.


B. KLASIFIKASI ASPAL BETON

B.1. Berdasarkan fungsinya aspal beton campuran panas dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Sebagai lapis permukaan yang tahan terhadap cuaca, gaya geser, dan tekanan roda serta memberikan lapis kedap air yang dapat melindungi lapis dibawahnya dari rembesan air.
2. Sebagai lapis pondasi atas
3. Sebagai lapis pembentuk pondasi, jika dipergunakan pada pekerjaan peningkatan atau pemeliharaan.
Sesuai dengan fungsinya maka lapis aspal beton mempunyai kandungan agregat dan aspal yang berbeda. Sebagai lapis aus, maka kadar aspal yang dikandungnya haruslah cukup sehingga dapat memberikan lapis yang kedap air. Agregat yang dipergunakan lebih halus dibandingkan dengan aspal beton yang berfungsi sebagai lapis pondasi.

B.2. Berdasarkan metode pencampurannya, aspal beton dapat dibedakan atas:

1. Aspal beton Amerika, yang bersumber kepada Asphalt Institute.
2. Aspal beton durabilitas tinggi, yang bersumber pada BS 594, Inggris, dan dikembangkan oleh CQCMU, Bina Marga, Indonesia.

C. KARAKTERISTIK CAMPURAN

Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran aspal beton campuran panas adalah :
1. Stabilitas
2. Durabilitas
3. Fleksibilitas
4. Tahanan geser (skid resistance)
5. Kedap air
6. Kemudahan pekerjaan (workability)
7. Ketahanan kelelehan (fatique resistance)

S t a b i l i t a s
Stabilitas lapisan pekerjaan jalan adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur ataupun bleeding. Kebutuhan akan stabilitas setingkat dengan jumlah lalu lintas dan beban kendaraan yang akan memakai jalan tersebut. Jalan dengan volume lalu lintas tinggi dan sebagian besar merupakan kendaraan berat menuntut stabilitas yang lebih besar dibandingkan dengan jalan dengan volume lalu lintas yang hanya terdiri dari kendaraan penumpang saja. Kestabilan yang terlalu tinggi menyebabkan lapisan itu menjadi kaku dan cepat mengalami retak, disamping itu karena volume antar agregat kurang, mengakibatkan kadar aspal yang dibutuhkan rendah. Hal ini menghasilkan film aspal tipis dan mengakibatkan ikatan aspal mudah lepas sehingga durabilitasnya rendah.

Stabilitas terjadi dari hasil geseran antar butir, penguncian antar partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengusahakan penggunaan :
1. agregat dengan gradasi yang rapat (dense graded)
2. agregat dengan permukaan yang kasar
3. agregat berbentuk kubus
4. aspal dengan penetrasi rendah
5. aspal dengan jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butir

Agregat bergradasi baik, bergradasi rapat memberikan rongga antar butiran agregat (voids in mineral agregat = VMA) yang kecil. Keadaan ini menghasilkan stabilitas yang tinggi, tetapi membutuhkan kadar aspal yang rendah untuk mengikat agregat. VMA yang kecil mengakibatkan aspal yang dapat menyelimuti agregat terbatas dan menghasilkan film aspal yang tipis. Film aspal yang tipis mudah lepas yang mengakibatkan lapis tidak lagi kedap air, oksidasi mudah terjadi, dan lapis perkerasan menjadi rusak. Pemakaian aspal yang banyak mengakibatkan aspal tidak lagi dapat menyelimuti agregat dengan baik ( karena VMA kecil) dan juga menghasilkan rongga antar campuran (voids in mix = VIM ) yang kecil. Adanya beban lalu lintas yang menambah pemadatan lapisan mengakibatkan lapisan lapisan aspal meleleh keluar yang dinamakan bleeding.


Durabilitas ( keawetan / daya tahan )
Durabilitas diperlukan pada lapisan permukaan sehingga lapisan dapat mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan kendaraan.

Faktor yang mempengaruhi durabilitas lapis aspal beton adalah :
1. Film aspal atau selimut aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis aspal beton yang berdurabilitas yang tinggi, tetapi kemungkinan terjadinya bleeding menjadi tinggi.
2. VIM kecil sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk kedalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh / getas.
3. VMA besar, sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi kemungkinan terjadinya bleeding besar. Untuk mencapai VMA yang besar ini dipergunakan agregat bergradasi senjang.

Fleksibilitas (kelenturan)
Fleksibilitas pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan :
1. Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang besar.
2. Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrsi yang tinggi)
3. Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang kecil.

Skid resistance (tahanan geser / kekesatan)
Tahanan geser adalah kekesatan yang diberikan oleh perkerasan sehingga kendaraan tidak mengalami slip baik di waktu hujan atau basah maupun diwaktu kering. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien geser antar permukaan jalan dan ban kendaraan.
Tahanan geser tinggi jika :
1. penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tak terjadi bleeding.
2. Penggunaan agregat dengan permukaan kasar
3. Penggunaan agregat berbentuk kubus
4. Penggunaan agregat kasar yang cukup

Ketahanan kelelehan (fatique resistance)
Ketahanan kelelehan adalah ketahanan dari lapis aspal beton dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelehan yang berupa alur (ruting) dan retak.
Faktor yang mempengaruhi ketahanan terhadap kelelehan adalah :
1. VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan kelelahan yang lebih cepat.
2. VMA yang tinggi dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis perkerasan menjadi fleksibel.
Kemudahan pelaksanaan (workability)
Yang dimaksud dengan kemudahan pelaksanaan adalah mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi kepadatan yang diharapkan.
Faktor yang mempengaruhi kemudahan dalam pelaksanaan adalah :
1. Gradasi agregat, agregat bergradasi baik lebih mudah dilaksanakan dari pada agregat bergradasi lain.
2. Temperatur campuran, yang ikut mempengaruhi kekerasan bahan pengikat yang bersifat termoplastis.
3. Kandungan bahan pengisi (filler) yang tinggi menyebabkan pelaksanaan lebih sukar.


D. PERENCANAAN CAMPURAN

Jika agregat dicampur dengan aspal maka :
1. Partikel-partikel antar agregat akan terikat satu sama lain oleh aspal
2. Rongga-rongga agregat ada yang terisi aspal dan ada pula yang terisi udara
3. Terdapat rongga antar butir yang terisi udara
4. Terdapat lapisan aspal yang ketebalannya tergantung dari kadar aspal yang dipergunakan untuk menyelimuti partikel-partikel agregat.
Lapisan aspal yang baik haruslah memenuhi 4 syarat yaitu stabilitas, durabilitas, fleksibilitas dan tahanan geser seperti penjelasan pada bab 7.2. diatas, tetapi jika memakai gradasi rapat (dense graded) akan menghasilkan kepadatan yang baik, berarti memberikan stabilitas yang baik, tetapi mempunyai rongga pori yang kecil sehingga memberikan kelenturan (fleksibilitas) yang kurang baik dan akibat tambahan pemadatan dari beban lalu lintas berulang serta aspal yang mencair akibat pengaruh cuaca akan memberikan tahanan geser yang kecil.
Sebaiknya jika menggunakan gradasi terbuka, akan diperoleh kelenturan yang baik, tetapi stabilitas yang kecil. Kadar aspal yang terlalu sedikit akan mengakibatkan lapisan pengikat antar butir kurang, lebih-lebih jika kadar rongga yang dapat diresapi aspal besar. Hal ini akan mengakibatkan lapisan pengikat aspal cepat lepas dan durabilitas berkurang.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa haruslah ditentukan campuran antara agregat dan aspal seoptimal mungkin sehingga dihasilkan lapisan perkerasan dengan kwalitas yang seoptimal mungkin. Dengan kata lain haruslah direncanakan campuran yang meliputi gradasi agregat (dengan juga memperhatikan mutu agregat) dan kadar aspal sehingga dihasilkan lapisan perkerasan yang dapat memenuhi ke-4 syarat diatas yaitu :
1. Kadar aspal cukup memberikan kelenturan
2. Stabilitas cukup memberikan kemampuan memikul beban sehingga tak terjadi deformasi yang merusak.
3. Kadar rongga cukup memberikan kesempatan untuk pemadatan tambahan akibat beban berulang dan flow dari aspal.
4. Dapat memberikan kemudahan kerja sehingga tak terjadi segregasi.
5. Dapat memberikan campuran yang akhirnya menghasilkan lapis perkerasan yang sesuai dengan persyaratan dalam pemilihan lapis perkerasan pada tahap perencanaan.
Dengan demikian faktor yang mempengaruhi kualitas dari aspal beton adalah:
1. Absorbsi aspal
2. Kadar aspal efektif
3. Rongga antar butir (VMA)
4. Rongga udara dalam campuran (VIM)
5. Gradasi agregat



E. Pemeriksaan dengan alat Marshall

Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall. Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalkan oleh Bruce Marshall, selanjutnya dikembangkan oleh U.S Corps of Engineer. Saat ini pemeriksaan Marshall mengikuti prosedure PC-0201-76 atau AASHTO T 245-74, atau ASTM D 1559-62T.
Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01”.
Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 5000 pon. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Disamping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan plastis (flow).
Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 7,5 cm dipersiapkan di laboratorium, dalam cetakan benda uji dengan mempergunakan hammer (penumbuk) dengan berat 10 pon (4,536 kg) dan tinggi jatuh 18 inch (45,7 cm), dibebani dengan kecepatan tetap 50 mm/menit.
Dari proses persiapan benda uji sampai pemeriksaan dengan alat Marshall, diperoleh data-data sebagai berikut :

1. Kadar aspal, dinyatakan dalam bilangan desimal satu angka dibelakang koma.
2. Berat volume, dinyatakan dalam ton/m3
3. Stabilitas, dinyatakan dalam bilangan bulat. Stabilitas menunjukkan kekuatan, ketahanan terhadap terjadinya alur (ruting).
4. Kelelehan plastis (flow), dinyatakan dalam mm atau 0,01 inch. Flow dapat merupakan indikator terhadap lentur.
5. VIM, persen rongga dalam campuran, dinyatakan dalam bilangan desimal satu angka belakang koma. VIM merupakan indikator dari durabilitas, kemungkinan bleeding.
6. VMA, persen rongga terhadap agregat, dinyatakan dalam bilangan bulat. VMA bersama dengan VIM merupakan indikator dari durabilitas.
7. Hasil bagi Marshall (kuosien Marshall, merupakan hasil bagi stabilitas dan flow. Dinyatakan dalam kN/mm. Merupakan indikator kelenturan yang potensial terhadap keretakan.
8. Penyerapan aspal, persen terhadap berat campuran, sehingga diperoleh gambaran berapa kadar aspal efektifnya.
9. Tebal lapisan aspal (film aspal), dinyatakan dalam mm. Film aspal merupakan petunjuk tentang sifat durabilitas campuran.
10. Kadar aspal efektif, dinyatakan dalam bilangan desimal satu angka dibelakang koma.

F. Spesifikasi campuran

Dapat diketahui bahwa sifat campuran sangat ditentukan dari gradasi agregat , kadar aspal total dan kadar aspal efektif, VIM, VMA, dan sifat bahan baku sendiri. Variasi dari hal tersebut diatas akan menghasilkan kwalitas dan keseragaman campuran yang berbeda-beda. Untuk itu agar dapat memenuhi kwalitas dan keseragaman jenis lapisan yang telah dipilih dalam perencanaan perlu dibuatkan spesifikasi campuran yang menjadi dasar pelaksanaan dilapangan. Dengan spesifikasi itu diharapkan dapat diperoleh sifat campuran yang memenuhi syarat teknis dan keawetan yang diharapkan.

Spesifikasi campuran berbeda-beda, dipengaruhi oleh :
- Perencanaan tebal perkerasan, yang dipengaruhi oleh metode apa yang dipergunakan.
- Ekspresi gradasi agregat, yang dinyatakan dalam nomor saringan. Nomor-nomor saringan mana saja yang umum dipergunakan dalam spesifikasi.
- Kadar aspal yang umum dinyatakan dalam persen terhadap berat campuran seluruhnya.
- Komposisi dari campuran, meliputi agregat dengan gradasi yang bagaimana yang akan dipergunakan.
- Sifat campuran yang diinginkan, dinyatakan dalam nilai stabilitas, flow, VIM, VMA, tebal film aspal.
- Metode rencana campuran yang dipergunakan.

G. Perencanaan campuran

Perencanaan campuran diperlukan untuk mendapatkan resep campuran yang memenuhi spesifikasi., menghasilkan campuran yang memenuhi kinerja yang baik dari agregat yang tersedia.
Metode perencanaan campuran yang umum dipergunakan di Indonesia adalah:
1. Metode Bina Marga, bersumber dari BSS94 dan dikembangkan untuk kebutuhan di Indonesia oleh CQCMU (Central Quality Control & Monitoring Unit), Bina marga sehingga lebih dikenal dengan nama metode CQCMU.
2. Metode Asphalt Institut
Lengkapnya oM ...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

KINERJA ASPAL BETON DENGAN MENGGUNAKAN GRADASI AGGREGAT SUPERPAVE (Superior performing asphalt pavement)

The strategic Higway Research Program (SHRP) di USA telah membuat spesifikasi baru untuk gradasi campuran aspal yang disebut Superpave. Lima jenis gradasi aggregate dikatagorikan dalam ukuran nominal maksimum. Ciri-ciri utama dari gradasi ini adalah sebuah daerah terbatas (restricted zone) yang harus dihindari.
Tesis ini menguraikan hasil penyelidikan laboratorium dari campuran lapis pengikat aspal beton yang terdiri dari lima gradasi agregat, dan memenuhi batas spesifikasi gradasi agregat superpave untuk ukuran nominal maksimum 19 mm; satu gradasi melalui daerah terbatas dan satu menggunakan gradasi Bina Marga Jenis V yang melalui bagian tengah. Analis Marshall menunjukkan bahwa
kadar aspal optimum terendah adalah gradasi Bina Marga (5.5%) dan tertinggi adalah batas bawah (kasar) gradasi superpave (5.9%). Semua campuran memenuhi kriteria desain campuran The Asphalt Institute dan tidak ada petunjuk yang berarti bahwa campuran yang dibuat dengan gradasi melalui daerah terbatas mempunyai sifat lebih rendah dengan campuran lainnya. Semua campuran memenuhi kriteria Bina Marga tentang ketahanan terhadap pengaruh air. Campuran dsisiapkan pada kadar aspal optimum untuk pengujian indirect tensile strength (static load), ketahanan terhadap deformasi permanen dengan uji wheel tracking dan indeks kemudahan pekerjaan menggunakan uji Gyropac. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kinerja campuran gradasi Bina Marga adalah lebih baik dan kinerja gradasi batas bawah superpave lebih rendah, sedangkan dari data yang didapatkan untuk kinerja tiga gradasi superpave lainnya cenderung terletak antara kedua kinerja gradasi di atas. Sekali lagi, tidak ada petunjuk yang dapat memperlihatkan bahwa campuran yang dibuat dengan menggunakan gradasi agregat superpave yang melalui daerah terbatas mempunyai kinerja tidak memuaskan. dalam penelitian ini, benda uji disiapkan dan dianalisa sesuai dengan prosedure Marshall.
Untuk itu diharapkan penelitian yang akan datang, penyiapan benda uji menggunakan prosedure dan pemadatan dengan alat gyropac sesuai spesifikasi superpave.


Lengkapnya oM ...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

FASILITAS DAN PERALATAN PELABUHAN di Makassar

FASILITAS DAN PERALATAN PELABUHAN

A. PANGKALAN SOKARNO
DERMAGA I
Nama : Dermaga 100 Pangkalan Soekarno
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum
Panjang : 100 M'
Lebar : 11 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Caison & lantai beton
Kapasitas : 1.100 T/M2
Tahun Pembuatan : 1917
Pemilik :PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero)
Pelabuhan Makassar

DERMAGA II
Nama : Dermaga 101 Pangkalan Soekarno
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum
Panjang : 330 M'
Lebar : 11 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Caison & lantai beton
Kapasitas : 3.630 T/M2
Tahun Pembuatan : 1917
Pemilik : PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero)




FASILITAS DAN PERALATAN PELABUHAN
A. PANGKALAN SOKARNO
DERMAGA I
Nama : Dermaga 100 Pangkalan Soekarno
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum
Panjang : 100 M'
Lebar : 11 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Caison & lantai beton
Kapasitas : 1.100 T/M2
Tahun Pembuatan : 1917
Pemilik :PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero)
Pelabuhan Makassar

DERMAGA II
Nama : Dermaga 101 Pangkalan Soekarno
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum
Panjang : 330 M'
Lebar : 11 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Caison & lantai beton
Kapasitas : 3.630 T/M2
Tahun Pembuatan : 1917
Pemilik : PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero)

DERMAGA III
Nama : Dermaga 102 Pangkalan Soekarno
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum
Panjang : 230 M'
Lebar : 11 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Caison & lantai beton
Kapasitas : 2.530 T/M2
Tahun Pembuatan : 1917
Pemilik : PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero)

DERMAGA IV
Nama : Dermaga 103 Pangkalan Soekarno
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum
Panjang : 290 M'
Lebar : 11 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Caison & lantai beton
Kapasitas : 3.190 T/M2
Tahun Pembuatan : 1917
Pemilik : Pelindo IV

DERMAGA V
Nama : Dermaga 104 Pangakalan Soekarno
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum
Panjang : 180 M'
Lebar : 11 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Caison & lantai beton
Kapasitas : 1.980 M²
Tahun Pembuatan : 1917
Pemilik : Pelindo IV
Pelabuhan Makassar

DERMAGA VI
Nama : Dermaga 105 Pangakalan Soekarno
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum
Panjang : 180 M'
Lebar : 11 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Caison & lantai beton
Kapasitas : 1.980 M²
Tahun Pembuatan : 1917
Pemilik : Pelindo IV

B PANGKALAN HATTA
DERMAGA V
Nama : Dermaga Container
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum
Panjang : 850 M'
Lebar : 30 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Caison & lantai beton
Kapasitas : 25.500 M²
Tahun Pembuatan : 1997
Pemilik : Pelindo IV

DERMAGA VI
Nama : Pangkalan Hasanuddin
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum
Panjang : 210 M'
Lebar : 15 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : PC Block
Kapasitas : 3.150 M²
Tahun Pembuatan : 1997
Pemilik : Pelindo IV
Pelabuhan Makassar

C KAWASANA PAOTERE
DERMAGA I


Nama : Dermaga Paotere
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum (Kapal Rakyat/kayu)
Panjang : 100 M'
Lebar : 10 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Tiang Pancang, beton & lantai beton
Kapasitas : 1.000 M²
Tahun Pembuatan : 1980
Pemilik : Pelindo IV


DERMAGA II
Nama : Dermaga Paotere
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum (Kapal Rakyat/kayu)
Panjang : 52,36 M'
Lebar : 10 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Tiang Pancang, beton & lantai beton
Kapasitas : 523,60 M²
Tahun Pembuatan : 1981
Pemilik : Pelindo IV


DERMAGA III
Nama : Dermaga Paotere
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum(Kapal Rakyat/kayu)
Panjang : 52 M'
Lebar : 10 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Tiang Pancang, beton & lantai beton
Kapasitas : 520 M²
Tahun Pembuatan : 1986
Pemilik : Pelindo IV
Pelabuhan Makassar









DERMAGA IV
Nama : Dermaga Paotere
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum(KapalRakyat/kayu)
Panjang : 52 M'
Lebar : 10 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Tiang Pancang, beton & lantai beton
Kapasitas : 520 M²
Tahun Pembuatan : 1989
Pemilik : Pelindo IV


DERMAGA V
Nama : Dermaga Paotere
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum (Kapal Rakyat/kayu)
Panjang : 33,5 M'
Lebar : 10 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Tiang Pancang, beton & lantai beton
Kapasitas : 335 M²
Tahun Pembuatan : 1989
Pemilik : Pelindo IV



DERMAGA VI
Nama : Dermaga Paotere
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum (Kapal Rakyat/kayu)
Panjang : 33,5 M'
Lebar : 10 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Tiang Pancang, beton & lantai beton
Kapasitas : 335 M²
Tahun Pembuatan : 1989
Pemilik : Pelindo IV


DERMAGA VII
Nama : Dermaga Paotere
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum (Kapal Rakyat/kayu)
Panjang : 33,33 M'
Lebar : 10 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Tiang Pancang, beton & lantai beton
Kapasitas : 333,33 M²
Tahun Pembuatan : 1989
Pemilik : Pelindo IV
Pelabuhan Makassar



DERMAGA VIII

Nama : Dermaga Paotere
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum (Kapal Rakyat/kayu)
Panjang : 33,33 M'
Lebar : 10 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Tiang Pancang, beton & lantai beton
Kapasitas : 333,33 M²
Tahun Pembuatan : 1989
Pemilik : Pelindo IV


DERMAGA IX

Nama : Dermaga Paotere
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum (Kapal Rakyat/kayu)
Panjang : 52,36 M'
Lebar : 10 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Tiang Pancang, beton & lantai beton
Kapasitas : 523,60 M²
Tahun Pembuatan : 1991
Pemilik : Pelindo IV



DERMAGA X

Nama : Dermaga Paotere
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum (Kapal Rakyat/kayu)
Panjang : 33,5 M'
Lebar : 10 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Tiang Pancang, beton & lantai beton
Kapasitas : 335 M²
Tahun Pembuatan : 1991
Pemilik : Pelindo IV




DERMAGA XI

Nama : Dermaga Paotere
Fungsi / Kegunaan : Dermaga Umum (Kapal Rakyat/kayu)
Panjang : 50 M'
Lebar : 10 M'
Kedalaman : 12 M
Konstruksi : Tiang Pancang, beton & lantai beton
Kapasitas : 500 M²
Tahun Pembuatan : 1995
Pemilik : Pelindo IV
Pelabuhan Makassar


PINGGIRAN TALUD
Panjang : 1.581 M'
Pembuatan tahun : 1921
:

ALUR PELAYARAN
Panjang : 2,5 mil
Lebar : 150 Meter
Kedalaman : 10 M
Pasang tertinggi : 1,8 M LWS
Pasang terendah : 0,9 M LWS


:KOLAM PELABUHAN
Luas : 315,20 Ha
Kedalaman : 9,7 M
Pasang tertinggi : 1,8 M LWS
Pasang terendah : 0,9 M LWS


GUDANG 101: Soekarno
Luas : 3.800 M2
Kapasitas : 2.280 T/M2
Tahun Pembuatan : 1990
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Lantai Beton, ddg Tembok,
rangka baja & Atap Aluminium
Kondisi : 75%





GUDANG 102: Soekarno
Luas : 3.800 M2
Kapasitas : 2.280 T/M2
Tahun Pembuatan : 1989
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Lantai Beton, ddg Tembok,
rangka baja & Atap Aluminium
Kondisi : 75%


GUDANG 103: Soekarno
Luas : 4.000 M2
Kapasitas : 2.400 T/M2
Tahun Pembuatan : 1985
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Lantai Beton, ddg Tembok,
rangka baja & Atap Aluminium
Kondisi : 70%
Pelabuhan Makassar


GUDANG 104: Soekarno
Luas : 3.800 M2
Kapasitas : 2.280 T/M2
Tahun Pembuatan : 1991
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Lantai Beton, ddg Tembok,
rangka baja & Atap Aluminium
Kondisi : 75%


GUDANG 105: Soekarno
Luas : 3.800 M2
Kapasitas : 2.280 T/M2
Tahun Pembuatan : 1992
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Lantai Beton, ddg Tembok,
rangka baja & Atap Aluminium
Kondisi : 75%


GUDANG CFS: Soekarno
Luas : 4.000 M2
Kapasitas : 2.400 T/M2
Tahun Pembuatan : 1994
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Lantai Beton, ddg Tembok,
rangka baja & Atap Aluminium
Kondisi : 90%

GUDANG API: Soekarno
Luas : 600 M2
Kapasitas : 360 T/M2
Tahun Pembuatan : 1980
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Lantai Beton, ddg Tembok,
rangka baja & Atap Aluminium
Kondisi : 60%
Pelabuhan Makassar




LAPANGAN PENUMPUKAN LOKASI SOEKARNO
LAPANGAN PENUMPUKAN (Ex Gudang 100)
Luas : 1.254 M2
Kapasitas : 752 T/M2
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Aspal Hotmix
Kondisi : 60 %

LAPANGAN PENUMPUKAN 101

Luas : 1.213 M2
Kapasitas : 728 T/M2
Tahun Pembuatan : 1990
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Aspal Hotmix
Kondisi : 50 %

LAPANGAN PENUMPUKAN 102

Luas : 1.930 M2
Kapasitas : 1.158 T/M2
Tahun Pembuatan : 1991
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Aspal Hotmix
Kondisi : 60 %

LAPANGAN PENUMPUKAN 103

Luas : 3.374 M2
Kapasitas : 2.024 T/M2
Tahun Pembuatan : 1984
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Aspal Hotmix
Kondisi : 60 %

LAPANGAN PENUMPUKAN 104
Luas : 1.017 M2
Kapasitas : 610 T/M2
Tahun Pembuatan : 1992
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Aspal Hotmix
Kondisi : 60 %
Pelabuhan Makassar





LAPANGAN PENUMPUKAN 105

Luas : 1.216 M2
Kapasitas : 730 T/M2
Tahun Pembuatan : 1992
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Aspal Hotmix
Kondisi : 60 %

LAPANGAN PENUMPUKAN 106

Luas : 925 M2
Kapasitas : 555 T/M2
Tahun Pembuatan : 1992
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Aspal Hotmix
Kondisi : 60 %

LAPANGAN PENUMPUKAN (Ex Containe Yard)

Luas : 21.937 M2
Kapasitas : 13.162 T/M2
Tahun Pembuatan : 1985 & 1992
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Aspal Hotmix & Paving Block
Kondisi : 60 %




LAPANGAN PENUMPUKAN (Ex Empty container)

Luas : 3.347 M2
Kapasitas : 2.008 T/M2
Tahun Pembuatan : 1991
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Paving Block
Kondisi : 80 %

LAPANGAN PENUMPUKAN (Ex Kaporlap)

Luas : 8.001 M²
Kapasitas : 4.801 T/M2
Tahun Pembuatan : 1995
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Paving Block
Kondisi : 80 %
Pelabuhan Makassar



LAPANGAN PENUMPUKAN (Ex PUSRI )

Luas : 8.417 M2
Kapasitas : 5.050 T/M2
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Tanah

LAPANGAN PENUMPUKAN (Ex GUDANG IMCO)

Luas : 2.800 M2
Kapasitas : 1.680 T/M2
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Tanah

B LAPANGAN PENUMPUKAN LOKASI HATTA
LAPANGAN PENUMPUKAN petikemas

Luas : 75.000 M2
Kapasitas : 45.000 T/M2
Tahun Pembuatan : 1997
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Paving Block
Kondisi : 60 %

Lap. Pnmpkan ( EX gedung PUSRI )


LAPANGAN PENUMPUKAN MULTI PURPOSE I

Luas : 17.000 M2
Kapasitas : 10.200T/M2
Tahun Pembuatan : 1997
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Paving Block
Kondisi : 60 %

LAP.PNMPUKAN MULTI PURPOSE II
Luas : 22.446 M²
Kapasitas : 13.468 T/M2
Tahun Pembuatan : 1997
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Paving Block
Kondisi : 60 %
Pelabuhan Makassar


LAPANGAN PENUMPUKAN LOKASI PAOTERE
LAPANGAN PENUMPUKAN I
Luas : 1.801 M2
Kapasitas : 1.081 T/M2
Tahun Pembuatan : 1986
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Aspal
Kondisi : 60 %

LAP.PNMPUKAN II
Luas : 1.974 M2
Kapasitas : 1.184 T/M2
Tahun Pembuatan : 1991
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Aspal
Kondisi : 60 %

LAP.PNUMPUKAN III
Luas : 4.187 M2
Kapasitas : 2.512 T/M2
Tahun Pembuatan : 1990
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Aspal
Kondisi : 60 %



TERMINAL PENUMPANG
Luas : 4.000 M2
Kapasitas : 1.600 orang
Tahun Pembuatan : 1981
Pemilik : Pelindo
Kontruksi : Lantai Keramik, Dinding tembok/Triplek,
Atap Aluminium
Kondisi : 60%

GEDUNG KANTOR
Luas : 2.171 M2
Tahun Pembuatan : 1986
Pemilik : Pelindo
Konstruksi : Lantai Keramik, Dinding Beton
& Atap Beton
Kondisi : 60%
Pelabuhan Makassar


RUMAH DINAS
Jumlah : 73 unit
Luas : 6.623,84 M2
Tahun Pembuatan : 1950,1975
Pemilik : Pelindo IV
Konstruksi : Lantai Terasso, dinding batu bata, atap seng
Kondisi : 40, 60 dan 80 %

MASTER PLAN PELABUHAN
Ada
Perairan :2.978 Ha
Daratan :1.192.933 M2 (dikuasai)
Perairan :39.740 Ha
SK KM 85 Tahun 1999, Tanggal 13/10/1999

JALAN MASUK PELABUHAN
a. Jalan dari/ke sentra-sentra industri/perdagangan
Kelas Jalan : Tol Reformasi
Lapisan Permukaan : Aspal
b. Jalan yang berada di lokasi pelabuhan
Kelas Jalan : Utama Akses ke jalan Tol Reformasi
Lapisan Permukaan : Aspal

LISTRIK
PLN : 993 kW

AIR
PAM : 175 T/jam



PERALATAN BONGKAR MUAT
Crane 40 ton, 25 ton, 5 ton & 3 ton masing-masing 1 Unit
Container Crane 2 Unit;
Transtainer;
Reach stacker;
Top Laoder;
Forklift;
Head truck;
Chasis;
Reefer.






















LAIN-LAIN
a. Instansi Terkait
NAMA INSTANSI ket
Administrator Pelabuhan Makassar aAdm Lalu Lintas Laut
Bea & Cukai Legalisasi
Karantina pertanian & hewan
Kesehatan Pelabuhan
KPPP

b. Perusahaan Bongkar Muat

Nama PBM
PT. Sarana Bandar Nasional
PT. Dharma Lautan Utama
PT. Jasa Makassar Mandiri
PT. Adhiguna Putra
PT. Bandar Makassar


c. Perusahaan Pelayaran

Nama instansi
PT. Pelni
PT. Djakarta Lloyd
PT. Meratus
PT. Kalla Lines
PT. L.S.P


d. Data Potensi Hinterland

No Jenis Potensi Keterangan
Kawasan Industri Makassar 12 KM dari Pelabuhan
Zona Kawasan Berikat 12 KM dari Pelabuhan
Pusat Pengolahan Kayu Sungai Tallo
Cargo Terminal & Pergudangan kota 5 Km dari Pelabuhan



Lengkapnya oM ...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Contoh Proposal Seminar Judul

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Jalan merupakan salah satu sarana dan prasarana perhubungan yang sangat penting dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat (Silvia Sukirman, 1999) . Pada kenyataannya sarana jalan sangat menunjang laju perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia diantaranya sektor perekonomian, pendidikan, politik, dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan nasional demi tercapainya pembangunan nasional yang adil dan merata.
Saat ini perkembangan transportasi terutama

untuk mobilitas penduduk dan kendaraan sudah semakin meningkat. Oleh karena itu, diperlukan suatu prasarana jalan yang memadai untuk menghubungkan suatu daerah dengan daerah yang lain. Untuk membuat suatu jalan yang baik diperlukan perencanaan perkerasan jalan, yaitu lapisan perkerasan yang terdiri atas batu pecah sebagai agregat kasar dan semen sebagai bahan pengikatnya.
Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan mendistribusikan beban ke bidang tanah dasar yang cukup luas sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari plat beton sendiri. Hal ini berbeda dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari tebal lapis pondasi bawah, lapis pondasi dan lapis permukaan.
Yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung beban, maka faktor yang paling diperhatikan dalam perencanaan tebal perkerasan beton semen adalah kekuatan beton itu sendiri. Adanya beragam kekuatan dari tanah dasar dan atau pondasi hanya berpengaruh kecil terhadap kapasitas struktural perkerasannya.
Lapis pondasi bawah jika digunakan di bawah plat beton karena beberapa pertimbangan, yaitu antara lain untuk menghindari terjadinya pumping, kendali terhadap sistem drainasi, kendali terhadap kembang-susut yang terjadi pada tanah dasar dan untuk menyediakan lantai kerja (working platform) untuk pekerjaan konstruksi
Dasar penawaran yang diajukan oleh kontraktor adalah gambar dan spesifikasi pekerjaan yang diberikan. Namun tidak semua pelaku konstruksi memahami hal tersebut.
Pengukuran kuantitas/volume pekerjaan konstruksi (quantities take off) merupakan suatu proses pengukuran/perhitungan terhadap kuantitas item-item pekerjaan berdasarkan pada gambar atau aktualisasi pekerjaan di lapangan. Hal ini dilakukan sebagai langkah awal dalam menyusun harga penawaran ataupun penghitungan pembayaran atas pekerjaan yang telah dikerjakan (Wahyudi P. Utama, Martalius Peli dan Dwifitra Y. Jumas, 2008 ).
Dari penjelasan latar belakang di atas maka penulis mengambil judul:
KONTROL KUANTITAS RUAS JALAN PACERAKKANG DAYA’ KOTA MAKASSAR.

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana cara pengukuran kuantitas/volume pekerjaan konstruksi yang benar ?

Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
Mengetahui cara-cara pengukuran kuantitas/volume pekerjaan dari suatu konstruksi.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu setelah melakukan pengukuran kuantitas/volume pekerjaan pada suatu konstruksi secara benar maka kita dapat mengetahui syarat teknis dan kegunaan dari konstruksi jalan tersebut dan apa saja yang menjadi penyebab mengapa perlu di adakan pengukuran setelah konstruksi terlaksana.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kuantitas

Persyaratan Teknis Jalan
Berdasarkan peraturan pemerintah no 34 tahun 2006 terdapat pada:
Pasal 12
Persyaratan teknis jalan meliputi kecepatan rencana, lebar badan jalan, kapasitas, jalan masuk, persimpangan sebidang, bangunan pelengkap, perlengkapan jalan, penggunaan jalan sesuai dengan fungsinya, dan tidak terputus.
Persyaratan teknis jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan keamanan, keselamatan, dan lingkungan.
Pasal 13
Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter.
Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
Pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal.
Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi sedemikian rupa sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) harus tetap terpenuhi
Persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.
Pasal 14
Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 (empat puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter.
Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) masih tetap terpenuhi.
Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan pengaturan tertentu harus tetap memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.

Pasal 15
Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter.
Jalan lokal primer yang memasuki kawasan perdesaan tidak boleh terputus.
Pasal 16
Jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 15 (lima belas) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter.
Persyaratan teknis jalan lingkungan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih.
Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.
Pasal 17
Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter.
Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata.
Pada jalan arteri sekunder lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
Persimpangan sebidang pada jalan arteri sekunder dengan pengaturan tertentu harus dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 18
Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter.
Jalan kolektor sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata.
Pada jalan kolektor sekunder lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat .
Persimpangan sebidang pada jalan kolektor sekunder dengan pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 19
Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter.



Pasal 20
Jalan lingkungan sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter.
Persyaratan teknis jalan lingkungan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih.
Jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

Lebar Lajur Lalu Lintas
Menurut Silvia Sukirman (1999) lebar lajur lalu lintas merupakan bagian yang paling menentukan lebar melintang jalan secara keseluruhan, lebar kendaraan penumpang umumnya bervariasi antara 1,50 m – 1,75 m. Bina marga mengambil lebar kendaraan rencana untuk mobil penumpang adalah 1,70 m, dan 2,50 m untuk kendaraan rencana truck/bus/semitrailer. Lebar lajur lalu lintas merupakan lebar kendaraan ditambah dengan ruang bebas antara kendaraan yang besarnya sangat ditentukan oleh keamanan dan kenyamanan yang diharapkan.
Pada jalan lokal (kecepatan rendah) lebar jalan minimum 5,50 m (2 x 2,75 m) cukup memadai untuk jalan 2lajur 2 arah. Dengan pertimbangan biaya yang tersedia, lebar 5 m pun masih diperkenankan, jalan arteri yang direncanakan untuk kecepatan tinggi, mempunyai lebar lajur lau lintas lebih besar dari 3,35 m, sebaiknya 3,50 m (silvia sukirman, 1999).

Bahu jalan
Menurut Silvia sukirman (1999), Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas.
Fungsi bahu jalan sebagai:
Ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok atau yang sekedar berhenti karena pengemudi ingin berorientasi mengenai jurusan yang akan ditempuh, atau untuk beristirahat.
Ruangan untuk menghindarkan diri dari saat saat darurat, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan.
Memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan.
Memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah samping.
Ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan jalan (untuk penempatan alat-alat, dan penimbunan bahan material).
Ruangan untuk lintasan kendaraan-kendaraan patroli, ambulans, yang sangat dibutuhkan pada keadaan darurat seperti terjadinya kecelakaan.
Jenis bahu jalan
Berdasarkan tipe perkerasannya, bahu jalan dapat dibedakan atas:
Bahu yang tidak diperkaras, yaitu bahu yang hanya dibuat dari material perkerasan jalan tanpa bahan pengikat, biasanya digunakan material agregat bercampur sedikit lampung. Bahu yang tidak diperkeras ini dipergunakan untuk daerah-daerah yang tidak begitu penting, dimana kendaraan yang berhenti dan mempergunakan bahu tidak begitu banyak jumlahnya.
Bahu yang diperkeras, yaitu bahu yang dibuat dengan mempergunakan bahn pengikat sehingga lapisan tersebut lebih kedap air dibandingkan dengan bahu yang tidak diperkeras. Bahu jenis ini dipergunakan untuk jalan-jalan dimana kendaraan yang berhenti dan memakai bagian tersebut besar jumlahnya, seperyi di sepanjang jalan tol, di sepanjang jalan arteri yang melintasi kota, dan tikungan-tikungan yang tajam.
Berdasarkan letaknya terhadap arah lalu lintas, maka bahu di bedakan atas:
Bahu kiri/bahu luar (left shoulder/outer shoulder), adalah bahu yang terletak di tepi sebelah kiri dari jalur lalu lintas.
Bahu kanan/bahu dalam (right/ilner shoulder), adalah bahu yang terletak di tepi sebelah kanan dari jalur lalu lintas.
Lebar bahu jalan
Besarnya lebar bahu jalan sangat di pengaruhi oleh :
Fungsi jalan
Jalan arteri yang direncanakan untuk kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan denagn jalan lokal, dengan demikian jalan arteri membutuhkan kebebasan samping, keamanan, dan kenyamanan yang lebih besar, atau menuntut lebar bahu yang lebih lebar dari jalan local.
Volume laulintas
Volume lalulintas yang tinggi membutuhkan lebar bahu yang lebih lebar dibandingkan dengan volume lalulintas yang lebih rendah.
Biaya yang tersedia sehubungan dengan biaya pembebasan tanah, dan biaya untuk konstruksi
Lebar bahu jalan dengan demikian dapat bervariasi antara 0,5 – 2,5 m.

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian yang kami lakukan bertempat di kota Makassar tepatnya di ruas jalan pacerakkang di daerah daya’, penelitian kami di lakukan pada saat pengerjaan suatu konstruksi jalan yang sudah selesai sehingga kami dapat melakukan pengukuran kuantitas/volume pekerjaanya.

Teknik Sampling
Dalam hal ini yang kami lakukan merupakan kontrol kuantitas/kontrol volume pekerjaan dimana yang menjadi obyek dari penelitian kami yaitu sesuai dengan pekerjaan yang ada antara lain pengerjaan Bahu jalan dengan menggunakan Urugan pilihan, Pengerjaan Pasangan batu, Pengerjaan Wet Lean Concrete/Concrete Treated Sub Base (CTSB) K 125, dan Rigid K 350

Alat – Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam melakukan pengukuran kuantitas berupa Rol meter, dan Kamera, adapun alat lain yang dapat lebih mempermudah kita dalam melakukan pengukuran yaitu seperti Waterpas, Mistar pengukur, Nivo, dan Unting-unting.

Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini total panjang jalan yang ada yaitu sepanjang satu koma delapan kilometer, Penelitian dilakukan dengan membatasi tiap dua puluh meter hal ini dimaksudkan agar data yang di dapatkan bisa diolah dengan mudah, dan agar pengukuran kuantitas sedikitnya lima kali untuk tiap seratus meter, pengukuran dilakukan dengan menggunakan rol meter, kamera hanya digunakan untuk mengambil gambar sewaktu melakukan pengukuran sehingga data dokumentasi juga ada.

Metode Analisa Data
Banyaknya data yang diperoleh dari hasil pengukuran kuantitas hanya berupa perhitungan sederhana, untuk penjelasannya antara lain:
Perhitungan urugan
Urugan harus diukur sebagai jumlah kubik meter bahan terpadatkan yang diperlukan, diselesaikan di tempat dan diterima. Metode perhitungan volume bahan haruslah metode luas bidang ujung,dengn menggunakan penampang melintang pekerjaan yang berselang jarak tidak lebih dari 20 m
Kuantitas yang diukur untuk pembayaran urugan pilihan harus dalam jumlah meter kubik atau ton,diukur di lapangan,dari jenis yang ditunjukkan dalam Daftar Kuantitas dan Harga
Kontrol kuantitas pada pembayaran pekerjaan urugan pilihan tetap beracuan pada volume pekerjaan.
Volume = Panjang X Lebar X Tinggi timbunan.
Perhitungan Pasangan batu
Pekerjaan pasangan batu harus diukur untuk pembayaran dalam meter kubik sebagai volume nominal pekerjaan yang selesai dan diterima;
Pekerjaan pasangan batu volume nominalnya harus ditentukan dari luas permukaan terekspos dari pekerjaan yang telah selesai dikerjakan dan tebal nominal lapisan untuk pelapisan;
Setiap bahan yang melebihi volume teoritis yang disetujui tidak boleh diukur atau dibayar.
Kuantitas pasangan batu ditentukan seperti yang disyaratkan di atas akan dibayarkan berdasarkan Harga Kontrak per satuan pengukuran
Kontrol kuantitas pada pembayaran pekerjaan pasangan batu tetap beracuan pada volume pekerjaan.
Volume = Panjang X Luas penampang
Perhitungan Concrete Treated Sub Base (CTSB)
Jumlah wet lean concrete untuk leveling course akan dibayar berdasarkan jumlah meter persegi dari leveling course itu, yang telah diselesaikan dan disetujui sesuai dengan gambar rencana spesifikasi dan petunjuk Direksi Pekerjaan.
Alas pasir akan dibayar berdasarkan jumlah meter persegi lapisan alas yang sudah selesai dan disetujui. Untuk penambahan kandungan semen atau untuk kelebihan ketebalan lapisan dari ketebalan minimum tidak ada tambahan pembayaran.
Jumlah wet lean concrete dan lapisan alas pasir yang telah ditentukan di atas akan dibayar menurut Harga Kontrak. Pembayaran ini merupakan kompensai penuh untuk penyediaan seluruh tenaga kerja,perlatan dan material yang diperlukan.
Kontrol kuantitas pada pembayaran pekerjaan Concrete Treated Sub Base (CTSB) tetap beracuan pada volume pekerjaan.
Volume = Panjang jalan X Lebar X Tebal
Perhitungan Perkerasan Jalan Beton ( Rigid Pavement )
Perkerasan jalan beton
Beton untuk perkerasan jalan harus diukur dalam jumlah meter kubik yang telah ditempatkan dan diterima dalam pekerjaan sesuai dengan ukuran-ukuran sebagaimana diperlihatkan dalam gambar. Volume yang diukur harus merupakan hasil perkalian dari lebar jalur kendaraan yang diukur tegak lurus terhadap garis sumbu jalur kendaraan yang bersangkutan;
Kuantitas yang diukur tidak termasuk daerah dimana perkerasan jalan beton lebih tipis dari ketebalan yang dietapkan, daerah pelat yang sudut tepinya pecah atau retak yang tidak dapat diterima oleh Direksi Pekerjaan atau daerah-daerah dimana beton tidak mencapai kekuatan karakteristiknya;
Ketebalan perkerasan jalan beton yang diukur untuk pembayaran dalam segala hal harus merupakan ketebalan nominal rencana sebagaimana diperlihatkan dalam gambar. Dalam hal Direksi Pekerjaan menyetujui atau menerima suatu lapisan yang lebih tipis yang cukup menurut alasan-alasan teknis, maka pembayaran untuk perkerasan jalan beton tersebut diadakan dengan menggunakan suatu harga satuan yang diubah sama dengan :
Harga satuan penawaran x (ketebalan nominal yang diterima)/(ketebalan nominal rencana)
Membran kedap air
Membran kedap air berfungsi untuk menahan air semen agar tidak keluar. Bila digunakan harus diukur untuk pembayaran sebagai jumlah meter persegi yang sesungguhnya dihampar di bawah perkerasan jalan beton. Luas yang diukur harus sama dengan luas untuk beton yang dihampar diatasnya.
Kuantitas beton yang ditentukan sebagaimana diberikan di atas, dibayar menurut harga penawaran per satuan pengukuran untuk jenis pembayaran yang diberikan. Harga-harga dan penawaran tersebut harus dianggap merupakan kompensasi penuh untuk penyediaan semua beton mutu K – 350, besi tulangan sambungan melintang dan memanjang, membran kedap air, agregat dan semen, untuk pencampuran, penempatan, perataan, penyelesaian, perawatan dan perlindungan beton.
Kontrol kuantitas pada pembayaran pekerjaan Rigid tetap beracuan pada volume pekerjaan.
Volume = Panjang X Lebar X Tebal

Lengkapnya oM ...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

JENIS KERUSAKAN PADA PERKERASAN LENTUR

JENIS KERUSAKAN PADA PERKERASAN LENTUR


a). Retak Halus (hair cracking)
dengan ciri-ciri Lebar celah ≤ 3mm. Penyebab adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah dasar / bagian perkerasan dibawah lapis permukaan yang kurang stabil. akibat retak halus ini air dapat meresap kedalam lapis permukaan. Sehingga untuk pemeliharaan dapat digunakan lapis latasir, buras. Dalam tahap perbaikan, sebaiknya dilengkapi dengan sitem aquaproof. diman jika dibiarkan berlarut-larut retak rambut dapat berkembang menjadi retak buaya.


b) Retak Kulit Buaya (alligator crack)
• ciri-ciri utama dari retak kulit buaya adalah dengan adanya celah dengan lebar ≥ 3mm. Saling berangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya. Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan dibawah lapis permukaan kurang stabil, atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah naik).
• Daerah retak kulit buaya yang luas, biasanya disebabkan oleh repetisi beban lalu lintas yang melampaui beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Untuk sementara untuk pemeliharaan dapat digunakan lapis burda, burtu, ataupun lataston.
• Jika celah ≤ 3mm, sebaiknya bagian perkerasan yang telah mengalami retak kulit buaya akibat rembesan air ke lapis pondasi dan tanah dasar diperbaiki dengan cara dibongkar dan dibuang bagian-bagian yang basah, kemudian dilapis kembali dengan bahan yang sesuai. Perbaikan harus disertai dengan perbaikan drainase disekitarnya. Kerusakan yang disebabkan oleh beban lalu lintas harus diperbaiki dengan memberi lapis tambahan.


c) Retak Pinggir (edge crack)
• Retak pinggir, retak memanjang jalan, dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu, disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau terjadinya settlement dibawah daerah tersebut. Akar tanaman yang tumbuh ditepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak pinggir.
• Cara perbaikan dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair & pasir. Perbaikan drainase harus dilakukan, bahu diperlebar, dan dipadatkan, jika pinggir perkerasan mengalami penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan mempergunakan hotmix. Retak ini lama kelamaan akan bertambah besar dengan disertai lubang-lubang.


d) Retak Sambungan Bahu Perkerasan (edge joint crack)
• Retak sambungan bahu perkerasan, retak memanjang, umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan. Retak dapat disebabkan kondisi drainase dibawah bahu jalan lebih buruk daripada dibawah perkerasan, terjadinya settlement di bahu jalan, penyusutan material bahu / perkerasan jala, atau akibat lintasan truk / kendaraan berat di bahu jalan.
• Perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan capuran aspal cair dan pasir.


e) Retak Sambungan Jalan (lane joint crack)
• Retak ini merupakan retak yang terjadi secara memanjang yang pada dua sambungan lalu lintas. Hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan sambungan dua lajur lalu lintas.
• Perbaikan dapat dilakukan dengan memasukkan campuran aspal cair dan pasir ke dalam celah-celah yang terjadi.


f) Retak Sambungan Pelebaran Jalan (widening crack)
• Retak jenis ini terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran secara memanjang. Hal ini disebabkan oleh perbedaan daya dukung di bawah bagian pelebaran dan bagian jalan lama, dapat juga disebabkan oleh tidak baiknya ikatan antar sambungan.
• Perbaikan dilakukan dengan mengisi celah-celah dengan campuran aspal cair dan pasir.


g) Retak Refleksi (reflection crack)
• Ciri-ciri Retak Refleksi dapat terjadi secara memanjang, melintang, diagonal, atau membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang menggambarkan retakan di bawahnya. Retak ini dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki dengan baik sebelum pekerjaan overlay, dapat pula terjadi jika terjadi gerakan vertical atau horizontal di bawah lapis tambahan sebagai akibat perubahan kadar air pada jenis tanah yang ekspansif.
• Untuk retak memanjanag, melintang dan diagonal perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah-celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Untuk retak berbentuk kotak, perbaikan dilakukan dengan membongkar dan melapis kembali dengan bahan yang sesuai


h. Cacat Permukaan (disintegration)

jenis kerusakan yang satu ini mengarah pada kerusakan secara kimiawi & mekanis dari lapisan permukaan, yang termasuk cacat permukaan adalah sebagai berikut:
a) Lubang (potholes)
kerusakan jalan berbentuk lubang (potholes) memiliki ukuran yang bervariasi dari kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan air sampai ke dalam lapis permukaan yang dapat menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan.
Proses pembentukan lubang dapat terjadi akibat :
Campuran lapis permukaan yang buruk seperti :
• Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas.
• Agregat kotor sehingga ikatan antar aspal dan agregat tidak baik.
• Temperature campuran tidak memenuhi persyaratan.
Lapis permukaan tipis sehingga lapisan aspal dan agregat mudah lepas akibat pengaruh cuaca.
System drainase jelek sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul dalam lapis perkerasan.
Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap masuk dan mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.
untuk perbaikan maka lubang-lubang tersebut harus dibongkar dan dilapis kembali dimana pembongkaran berfungsi untuk meningkatkan daya cengkram antar sambungan perkerasan yang baru dan perkerasan yang lama.


i. Pelepasan butir (raveling)
• Dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang
• Dapat diperbaiki dengan meberikan lapisan tambahan di atas lapisan yang mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan dan dikeringkan


j. Pengelupasan Lapisan Permukaan (stripping)

• Disebabkabn oleh kurangnya ikatan antara lapis permukaan dan lapis di bawahnya, atau terlalu tipisnya lapis permukaan.
• Dapat diperbaiki dengan cara digaruk, diratakan, dan dipadatkan. Setelah itu dilapis dengan buras.


k. Pengausan (polished aggregate)

Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus terhadap roda kendaraan / agregat yang digunakan berbentuk bulat dan licin. Dapat diatasi dengan latasir, buras, latasbum


Lengkapnya oM ...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

CTSB

SEKSI 5.5

LAPIS BETON SEMEN PONDASI BAWAH
(CEMENT TREATED SUBBASE / CTSB)


5.5.1 UMUM

1) Uraian

Pekerjaan ini terdiri dari penyediaan semua buruh, peralatan, persediaan dan material, dan dalam melaksanakan seluruh pekerjaan dalam kaitannya dengan pekerjaan Lapis Beton Semen Pondasi Bawah; memasukkan, menyiapkan dan mengangkut agregat (hauling), meletakkan dan membentangkan Lapis Beton Semen Pondasi Bawah; pencampuran, pembasahan atau pengeringan, pemadatan, pembentukan dan penyelesaian, perawatan, pemeliharaan dan termasuk pekerjaan khusus lainnya dalam pekerjaan Lapis Beton Pondasi Bawah dan fasilitas yang berhubungan. Semua pekerjaan harus dikerjakan dengan teliti dengan rencana dan gambar, spesifikasi dan sesuai dengan petunjuk Direksi Pekerjaan. Lapis Beton Semen Pondasi Bawah dapat dihamparkan untuk pemadatannya dengan salah satu cara dengan pencampuran basah atau pencampuran setengah (semi) kering dengan roller, tergantung dari kondisi cuaca dalam pelaksanaannya. Lapis Beton Semen Pondasi Bawah harus dibuat pada Peralatan Pencampur Pusat (Central Mixing Plants) atau pada Peralatan Pencampur di lapangan (Site Plants) dan harus dicampur dalam peralatan tersebut atau dengan truck atau pencampur transit tetapi tidak diizinkan dicampur diperjalanan.
2) Pekerjaan Seksi Lain Yang Berkaitan Dengan Seksi Ini

(a) Pemeliharaan dan Pengaturan Lalu Lintas : Seksi 1.8
(b) Rekayasa Lapangan : Seksi 1.9
(c) Bahan dan Penyimpanan : Seksi 1.11
(d) Galian : Seksi 3.1
(e) Timbunan : Seksi 3.2
(f) Penyiapan Badan Jalan (Sub Grade Preparation) : Seksi 3.3
(g) Pelebaran Perkerasan : Seksi 4.1
(h) Lapis Pondasi Agregat Dengan CTB : Seksi 5.6
(i) Beton : Seksi 7.1
(j) Pemeliharaan Jalan Samping dan Jembatan : Seksi 10.2


5.5.2 BAHAN

1) Agregat

a) Sumber Agregat

Sebelum dilakukan pelaksanaan CTSB, Kontraktor harus menyiapkan tenaga teknis yang sesuai dengan usulan teknisnya dan komposisi agregat yang akan dipakai dalam konstruksi CTSB. Agregat tersebut harus memenuhi syarat--syarat dalam Spesifikasi. Dasar pemberian ijin Direksi Pekerjaan terhadap agregat yang dipakai adalah hasil pengujian agregat dan hasil pengujian kuat tekan sampel yang dibuat dari hasil percobaan campuran dan sudah mengalami perawatan, diuji pada umur 7 hari seperti tersebut dalam Pasal 7.1, mengenai Perbandingan Komposisi. Kontraktor harus melakukan secara dini pengetesan material supaya Direksi Pekerjaan dapat segera memberikan ijin sebelum pekerjaan dimulai.

b) Pemeriksaan, Pengujian dan Persetujuan Agregat

Untuk menetapkan sifat-sifat agregat CTSB Kontraktor harus menyerahkan sertifikat pengujian dari laboratorium yang ditunjuk (atau laboratorium Kontraktor sendiri asal pada saat pengujian selalu diawasi oleh Direksi Pekerjaan).

Semua agregat yang akan digunakan harus mendapat persetujuan dari Direksi Pekerjaan sebelum mulai pegambilan material tersebut dari tempat pengambilan. Contoh bahan yang akan diuji harus diambil oleh kontraktor atas biayanya sendiri, dan disaksikan oleh Direksi Pekerjaan, dan sebagian dari contoh material tersebut harus diserahkan kepada Direksi Pekerjaan untuk pengecekan di kemudian hari. Persetujuan terhadap sumber khusus agregat harus tidak dianggap sebagai persetujuan akhir agregat dari sumber tersebut, kecuali bila diolah, disimpan dan digelar seperti persyaratan yang akan diterapkan kemudian. Bila gradasi atau mutu dari agregat yang dikirimkan kelokasi proyek tidak cocok dengan gradasi atau mutu yang diberikan dan diuji sebelumnya, atau tidak sesuai dengan Spesifikasi, Direksi Pekerjaan berhak menolak agregat yang demikian itu. Contoh-contoh harus mengalami pengujian-pengujian yang diperlukan sebagaimana disyaratkan dalam Spesifikasi ini sesuai dengan kehendak Direksi Pekerjaan. Kontraktor harus mengijinkan tiap rencana Direksi Pekerjaan untuk memeriksa setiap agregat yang sedang digunakan atau yang ingin digunakan pada setiap waktu, selama atau sesudah persiapan, atau sementara sedang digunakan dalam pekerjaan, atau sesudah pekerjaan selesai. Semua agregat yang tidak sesuai dengan spesifikasi ini, apakah ditempat atau tidak harus ditolak dan harus segera dipindahkan keluar dari tempat pekerjaan. Kontraktor harus mengirim atau mengatur dengan masing-masing prosedur untuk menyediakan semua agregat yang diperlukan, tenaga kerja, perlengkapan dan peralatan untuk pemeriksaan.

c) Penyimpanan Agregat

Agregat harus disimpan sedemikian untuk menjaga mutu yang disyaratkan dan siap untuk dipakai. Agregat harus ditempatkan pada tempat yang keras, permukaan yang bersih, bila dianggap perlu harus ditempatkan sedemikian hingga memudahkan pemeriksaan setiap waktu. Bagian tempat dari daerah penyimpanan harus ditinggikan dan miring kearah samping untuk membentuk drainase yang layak terhadap kelembaban yang berlebihan. Agregat harus disimpan dengan cara sedemikian untuk mencegah segregasi dan untuk memelihara gradasi dan kadar air. Persediaan agregat tidak boleh langsung terkena sinar matahari. Kontraktor diwajibkan menjaga kondisi agregat terhadap kadar air, suhu, gradasi dan lain-lain supaya tetap/konstan selama penyimpanan dan selama dibawa ke tempat pencampuran. Misalnya, jika bagian atas dari agregat yang tidak terlindung dibawa ketempat pencampur menyebabkan temperatur adukan menjadi sangat tinggi dan mutu CTSB menurun.

d) Syarat-syarat yang diperlukan pada agregat

Agregat untuk CTSB harus sesuai dengan persyaratan pada Tabel 5.5.1. Semua agregat untuk CTSB harus bebas dari bongkahan tanah lempung, kotoran, unsur organik, atau unsur-unsur lain yang merugikan dan harus berkualitas sedemikian sehihgga akan membentuk suatu CTSB yang kuat dan stabil.


2) Semen

Semen yang digunakan untuk CTSB adalah Portland cement biasa kecuali ditunjukkan lain dalam gambar atau atas perintah Direksi Pekerjaan. Semen harus sesuai dengan persyaratan SII 0013-77 “Cement Portland” dari JIS R5210 “Portland Cement” atau AASHTO M85 (TYPE 1).

3) Air

Air yang digunakan untuk CTSB harus mendapat persetujuan dari Direksi Pekerjaan. Air yang digunakan untuk mencampur, merawat atau pemakaian-pemakaian yang lain harus bebas dari minyak, garam, asam, alkali, gula, tumbuh tumbuhan atau bahan-bahan lain yang merugikan terhadap hasil akhir. Bila dianggap perlu oleh Direksi Pekerjaan air harus diperiksa dengan cara membandingkan dengan air suling. Perbandingan harus dibuat dengan cara pemeriksaan semen standar untuk kekekalan waktu pengikatan, kekuatan adukan. Petunjuk-petunjuk tentang ketidak-kekalan perubahan waktu ikat sama dengan atau lebih besar dari 30 menit, atau berkurangnya kekuatan adukan lebih dari 10 % bila dibandingkan dengan air suling, sudah cukup sebagai alasan untuk menolak penggunaan air semacam yang diperiksa tersebut (AASHTO T26¬ - 79).

4) Bahan Pencampuran

Bahan pencampuran tidak boleh digunakan tanpa persetujuan Direksi Pekerjaan. Kontraktor harus menyerahkan lebih dulu contoh bahan pencampur yang ingin digunakan kepada Direksi Pekerjaan untuk persetujuannya sebelum tanggal dimulainya pekerjaan CTSB. Pemakaian bahan pencampur, terutama yang untuk memperlambat waktu ikat, adalah sering digunakan dalam hal dimana CTSB diproduksi dengan unit pencampur sentral dan dikirim ketempat yang jauh, atau perlu waktu lama untuk pekerjaan penyelesaian. Harus dilakukan secara hati-hati dalam memberikan bahan pencampur, kelebihan bahan pencampur akan merusak mutu CTSB.

Tabel 5.5.1 Spesifikasi CTSB

Uraian Persyaratan
Analisa Ayakan % lolos saringan dalam berat (1)
• Ukuran Ayakan
1 ½
¾
No. 8
No. 200
• Indek Plastisitas (2)
• Kadar semen (3,4
95-100
50-100
20-60
0-15
9 max
6 %
Catatan :
1. Analisa ayakan agregat harus dilalakukan sesuai dengan AASHTO T27 atau JIT A 1102.
2. Dilakukan pada contoh-contoh yang sesuai dengan AASHTO T87 dan dipakai untuk agregat sebelum pencampurannya dengan bahan pencampur untuk kestabilan.
3. Persentase terhadap kering tanah.
4. Ini adalah harga perkiraan, hanya berlaku untuk perkiraan biaya bagi Kontraktor.



5.5.3 CAMPURAN

1) Perencanaan Campuran

Segera sesudah bahan-bahan disetujui pemakainnya oleh Direksi Pekerjaan, Kontraktor harus menunjuk tenaga tekniknya dengan menyerahkan perencanaan campuran yang akan dipakai untuk percobaan pencampuran. Perencanaan campuran harus memberikan perbandingan komposisi dengan beberapa kadar semen dan kadar air optimum. Rencana campuran tersebut juga harus disertai sertifikat untuk bahannya dan petunjuk cara pencampurannya, apakah diukur dalam berat atau dalam isi, bersama dengan jadwal percobaan campuran dan kekuatan pada pemeriksaan umur 7 hari.

2) Percobaan Campuran dan Pemeriksaan Kekuatan

Percobaan campuran dan pemeriksaan kekuatan untuk menetapkan perbandingan komposisi harus dilakukan oleh Kontraktor dibawah pengawasan Direksi Pekerjaan. Perhatian khusus harus diberikan dalam pekerjaaan persiapan, perawatan dan penanganan contoh-contoh. Direksi Pekerjaan akan memberikan persetujuan terhadap perbandingan komposisi atas dasar sertifikat bahan-bahan dan hasil pengujian kekuatan pada umur 7 hari, kekuatan minimum pada umur 28 hari tidak boleh kurang dari 75 Kg/cm2. Setiap perubahan terhadap perbandingan komposisi campuran harus mendapat persetujuan dari Direksi Pekerjaan.

Tahapan penentuan kadar semen optimum :

a) Tambahkan semen kedalam agregat, jumlah semen harus diperkirakan dapat menghasilkan kekuatan optimum.
b) Hitung kadar air optimum dari campuran di atas.
c) Siapkan contoh-contoh dengan kadar semen yang bervariasi antara 1 atau 2 % terhadap jumlah semen yang diperkirakan mencapai kekuatan optimum pada Pasal 5.5.3. l).
d) Kekuatan tekan yang ditunjukkan pada umur 7 hari akan menentukan kadar semen untuk mencapai kuat tekan yang diperlukan.
(1) Jumlah semen ditunjukkan berdasarkan prosentase terhadap berat.
(2) Contoh-contoh diambil dan disiapkan dengan kubus ukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm dan diperiksa dengan cara yang sama terhadap struktur beton yang lain.

5.5.4 PERALATAN DAN PERKAKAS

1) Umum

Peralatan, perkakas-perkakas dan mesin-mesin yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan pada Spesifikasi ini harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan dan dirawat agar supaya selalu dalam keadaan yang memuaskan. Peralatan dan perkakas yang digunakan oleh sub-kontraktor atau supplier untuk kepentingan Kontraktor harus mendapat persetujuan Direksi Pekerjaan sebelum pekerjaan dimulai. Peralatan processing harus direncanakan, dipasang, dioperasikan dan dengan kapasitas sedemikian sehingga dapat mencampur agregat, semen, air secara merata sehingga menghasilkan adukan yang homogen, seragam dan pada kekentalan yang diperlukan untuk pemadatan. Bilamana instalasi pencampur digunakan maka instalasi pencampur tersebut harus dilengkapi dengan alat pengukur berat atau volume yang mampu menahan semen, agregat dan air secara tepat seperti perbandingan pada Spesifikasi yang disyaratkan oleh Direksi Pekerjaan. CTSB harus dipadatkan dengan alat pemadat seperti stamper, alat penggetar, alat pemadat roda besi, alat pemadat roda karet yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

2) Pencampur di Lokasi Pembangunan

Alat pencampur yang dilengkapi atau tidak dilengkapi dengan alat penimbang, penyimpan air atau alat pengukur air, boleh digunakan atas persetujuan Direksi Pekerjaan. Alat pencampur yang tidak dilengkapi dengan penimbang dan alat pengukur air harus dibuatkan bak-bak pengukur isi dan tempat air yang memadai.

3) Alat untuk Pemadatan

Alat pamadat dari roda baja, penggetar atau pemadat dari roda karet, harus digunakan untuk pemadatan CTSB yang sudah dalam keadaan kadar air optimum untuk pemadatan.

4) Pengangkutan

Truk mixer, truk pengaduk atau dump truk harus digunakan untuk pengangkutan bahan-bahan dasar ke lokasi pekerjaan. Truk-truk yang baknya tidak bisa di balikkan juga diijinkan untuk digunakan mengangkut bahan-bahan dasar tersebut.

5) Penggetar Perata

Penggetar perata bisa digunakan untuk pemadatan dan parataan adukan CTSB basah. Acuan samping yang disetujui Direksi Pekerjaan harus selalu dipakai untuk konstruksi yang menggunakan adukan CTSB.

6) Perkakas-perkakas lain

Perkakas-perkakas lain yang termasuk dalam daftar berikut ini harus disediakan dalam jumlah yang cukup dan ditambah dengan perkakas lain yang ditunjuk oleh Direksi Pekerjaan.

a. Batang penumbuk untuk adukan basah
b. Mistar pengecek kerataan permukaan
c. Alat perata dengan tangan
d. Penghalus permukaan dari kayu
e. Sekop
f. Gerobak
g. Cangkul
h. Paku
i. Acuan tepi
j. Tali pelurus
k. Pita pengukur

Kontraktor harus dianjurkan untuk menggunakan mesin penghamparan aspal untuk menghampar CTSB bila dikerjakan dengan unit pengaduk terpusat dan dikirim dengan dump truk yang ditutup terpal dan digelar dalam keadaan setengah kering untuk pemadatan dengan penggilas.


5.5.5 PELAKSANAAN PENGGALlAN ATAU PENAMBANGAN

Pelaksanaan penggalian atau penambangan harus meliputi pembersihan lapangan dari rumput dan semak-semak, pengupasan, penggalian, diproses, dan dicampur sampai menghasilkan bahan -bahan yang sesuai dengan yang disyaratkan.
5.5.6 PENYlAPAN AGREGAT

1) Unit Pencampuran

Bila menggunakan unit pencampur, maka material-material terpilih harus disediakan dan dilindungi dari cuaca pada lokasi unit pencampur sesuai dengan petunjuk Direksi Pekerjaan.

2) Alat Pencampur di Lokasi Pembangunan

Kontraktor harus menyediakan tempat khusus dilapangan untuk menimbun material yang sudah terpilih. Daerah ini harus cukup keras dan cukup miring untuk memudahkan drainase dan bila diperlukan harus dipasang lembaran plastik sebelum dipakai sehingga persediaan material ini tidak kotor. Persediaan material harus disusun berlapis-lapis untuk menghindari segregasi dan diletakkan sedekat mungkin dengan alat pencampur. Persediaan material bagian bawah yang sudah menjadi kotor karena bercampur tanah tidak boleh digunakan untuk CTSB. Kontraktor harus menutupi persediaan material tersebut dengan lembaran plastik atau terpal untuk melindunginya terhadap pengaruh cuaca.

5.5.7 PENCAMPURAN DAN PENGHAMPARAN

1) Unit Pencampur

a) Perbandingan Komposisi

Bila unit pencampur digunakan, semen, agregat dan air harus benar-benar sebanding seperti petunjuk Direksi Pekerjaan.

b) Campuran

Waktu pencampuran harus sesuai dengan petunjuk Direksi Pekerjaan dan harus dilanjutkan hingga adonan menjadi rata.

c) Penghamparan

Bilamana CTSB diproduksi untuk dipadatkan pada kadar air optimum dengan penggilas, maka harus dihampar dengan mesin penghampar atau dengan grader. Bilamana CTSB diproduksi secara basah maka harus dihampar dengan peralatan tangan dan dipadatkan dengan penggetar perata atau batang penumbuk.

d) Pembentukan dan Pemadatan

(i) Campuran Setengah Kering

Segera sesudah selesai pencampuran dan penghamparan adonan harus dibentuk dan dipadatkan secara merata dengan penggilas yang disetujui sampai pada ketebalan yang diperlukan seperti yang ditunjukkan pada Gambar rencana. Permukaan harus diperiksa tingginya dan kerataannya dengan menggunakan tali pelurus dan mistar perata. Permukaan dalam 2 jam sesudah pencampuran dan penyesuaian-penyesuaian dengan cara menambah atau mengurangi material harus dilakukan selama waktu pemadatan. Jumlah gilasan dan jumlah penggilas harus cukup untuk memadatkan material secara seragam dalam 2 jam sesudah pencampuran. Batas waktu ini harus mengatur luas pemakaian semen.

(ii) Campuran basah

Acuan samping yang disetujui harus dipasang pada ketinggian yang benar dan perrnukaan akhir harus dibuat halus pada ketinggian yang sama dengan perata atau penghalus tangan sesudah dilakukan pemadatan dengan penggetar perata atau batang penumbuk.

e) Sambungan Pelaksanaan

Pada tiap-tiap hari akhir kerja, sambungan pelaksanaan kearah melintang harus dibentuk dengan penutup atau dengan memotong sampai pada bagian material yang padat untuk membuat permukaan melintang benar-benar tegak. Perlindungan terhadap sambungan pelaksanaan harus diselenggarakan sedemikian sehingga pada waktu pengecoran, penghamparan, pembentukkan, pemadatan material tidak akan merusak pekerjaan yang sudah dilaksanakan lebih dahulu. Perlu perhatian khusus terhadap kepadatan material yaitu pada bagian yang berdekatan langsung dengan seluruh sambungan pelaksanaan. Bila CTSB ditebarkan lebih dari 1 lapis, sambungan memanjang dan sambungan melintang di lapis atas masing-masing harus lebih dari 0,5 m dan terpisah dari lapis dibawahnya.

f) Perawatan

Setelah CTSB selesai dipadatkan, dicheck, dan disetujui kerataan permukaannya, maka harus dilindungi terhadap kekeringan untuk selama 7 hari dengan cara perawatan yang disetujui Direksi Pekerjaan. Perawatan harus segera dilakukan setelah selesai pekerjaan akhir dan pemadatan/pengerasan harus dijaga dengan hati-hati sampai masa perawatan yang ditentukan berakhir. Peralatan dan lalu lintas tidak diijinkan melewati CTSB selama masih dalam perawatan kecuali bila diperlukan untuk melanjutkan pekerjaan dari sambungan pelaksanaan. Bila lalu lintas diijinkan untuk lewat diatas CTSB penjagaan ekstra harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan dengan cara pengaturan jalur lalu lintas dan besarnya beban kendaraan.

2) Pencampuran dilapangan dengan Pencampur Portabel

a) Umum

Karena kapasitas yang kecil dan dibutuhkan jumlah alat pencampur yang banyak untuk memasok CTSB supaya motor grader tetap bekerja efisien, maka tidak praktis untuk menggunakan tipe ini bagi CTSB yang dicampur pada kadar air optimum untuk disebar dengan motor grader. Tipe pencampur ini dalam jumlah yang cukup seperti yang ditetapkan Direksi Pekerjaan bisa dipakai untuk mencampur CTSB (campuran basah atau setengah kering) apabila diangkut di lapangan dengan gerobak dorong dan diratakan secara manual sebelum dipadatkan.

b) Perbandingan campuran

Semen, agregat sub-base dan air harus menurut perbandingan yang tepat seperti petunjuk Direksi Pekerjaan. Kontraktor harus mencoba mengusahakan kualitas maksimum terus menerus.


c) Pencampuran

Waktu pencampuran harus atas petunjuk Direksi Pekerjaan dan harus dilanjutkan sampai campuran seragam.

d) Pengangkutan

Tempat pencampuran ditetapkan sedekat mungkin dengan tempat yang sedang dikerjakan. Campuran.CTSB harus dituang langsung ke gerobak dorong di bawa ketempat kerja dan dituang secara teratur melalui ujung muka gerobak.

e) Penghamparaan

(i) Bila CTSB dicampur untuk dipadatkan dengan roller maka CTSB itu harus ditebarkan merata diatas permukaan dengan memakai sekop. Untuk menghindarkan segregasi, tidak diijinkan menggunakan penggaruk untuk menebarkan CTSB. Material ditebarkan sampai level dan potongan melintang yang sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar.
(ii) CTSB yang dicampur basah pada slump yang ditentukan Pengawas Teknik, dibawa, dituang dan diratakan seperti di atas. Level permukaan harus diawasi dari bekisting samping dan harus diatur pada kemiringan yang betul, material harus dipadatkan dan diratakan dengan penggetar perata atau batang pemadat. Permukaan dihaluskan dengan penghalus kayu.
(iii) Pembentukan dan pemadatan, sambungan konstruksi dan perawatan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan pada ayat 1) butir d, e dan f di atas.


5.5.8 KERATAAN PERMUKAAN

CTSB harus dibentuk dan diakhiri sesuai garis-garis kemiringan dan penampang yang diperlihatkan pada gambar rencana. Permukaan yang telah selesai tidak boleh berselisih lebih dari 3 cm dari elevasi rencana. Permukaan yang selesai tidak boleh menyimpang lebih dari 3 cm dari mistar lurus 3 m bila dipakai sejajar dengan atau tegak lurus kepada sumbu jalan. Mistar lurus harus dipakai dengan overlaping sebesar 1/2 dari panjang mistar pelurus. Perbedaan deviasi dari elevasi yang direncanakan untuk lapis CTSB bagi perkerasan beton diantara 2 titik dalam jarak 20 cm tidak melebihi 1,5 cm. Ketebalan lapisan CTSB yang sudah selesai harus berada diantara lebih kurang 10 % dari ketebalan rencana. Bila kekurangan itu lebih dari 10 % dari ketebalan rencana, maka harus digaruk, material ditambahkan supaya tercapai ketebalan rencana, dicampur dan dipadatkan kembali sampai kekuatan yang disyaratkan, dibentuk dan di-finishing sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan. Bilamana lebih dari 10 % dari ketebalan rencana maka harus digaruk, material diambil, dipadatkan kembali seperti kekuatan semula, dibentuk, dan di-finishing sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan.

Catatan :
Pada kasus dimana subgrade terlalu rendah dan Kontraktor membuat CTSB 10 % lebih tebal dari ketebalan rencana, padahal hasil akhir permukaan CTSB adalah masih dalam toleransi diatas, Kontraktor harus menanggung biaya dari tambahan CTSB yang terpakai untuk mengganti kekurangan pada subgrade.



5.5.9 PEMELIHARAAN

Lapisan CTSB harus dipertahankan dalam kondisi yang baik selama konstruksi yang berurutan. Kerusakan harus diperbaiki sampai memuaskan Direksi Pekerjaan.


5.5.10 PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN

1) Pengukuran

CTSB yang dibayar adalah jumlah meter kubik dari CTSB, tidak termasuk kemiringan tepi, yang sudah selesai dan diterima sehubungan dengan Gambar rencana, Spesifikasi dan petunjuk Direksi Pekerjaan.

2) Pembayaran

Jumlah dari meter persegi dari CTSB yang diukur seperti diatas akan dibayar dengan harga satuan kontrak tiap meter persegi yang mana harga dan pembayaran merupakan kompensasi penuh untuk biaya pekerja, peralatan dan material yang perlu untuk menyelesaikan pekerjaan, termasuk penyiapan lapisan, mendatangkan dan menyiapkan agregat pilihan, pengangkutan, penimbunan, penebaran dan semen, campuran, pembasahan, pemadatan, pembentukan dan finishing, perawatan, pemeliharaan dan lain-lain butir pekerjaan sehubungan dengan Gambar rencana, Spesifikasi dan sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan.


Nomor Mata
Pembayaran Uraian Satuan
Pengukuran

5.5 (1)
Lapis Beton Semen Pondasi Bawah (Cement Treated Sub Base (CTSB)

Meter kubik

SEKSI 5.6

LAPIS PONDASI AGREGAT
DENGAN CEMENT TREATED BASE (CTB).


5.6.1 UMUM

(1) Uraian

(a) Pekerjaan ini meliputi penyediaan material, pencampuran di plant, pengangkutan, penghamparan, pemadatan, pembentukan permukaan (shaping), perawatan (curing), dan kegiatan insidentil yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan lapis Cement Treated Base (CTB), pelaksanaan lapis pondasi bawah (sub¬ base course, aggregate base) dan lapisan diatasnya (Asphalt Base Course, Binder Course, Wearing Course) harus sesuai dengan Spesifikasi, garis, kelandaian, ketebalan dan penampang melintang sebagaimana tertera pada Gambar Rencana atau yang ditentukan oleh Direksi Pekerjaan.

(b) Secara umum material agregatnya harus terdiri dari batu pecah, harus kuat, keras, mudah dipadatkan, tahan gaya geser serta bebas dari material lunak, retak dan berongga.

(2) Pekerjaan Seksi Lain Yang Berkaitan Dengan Seksi ini

(a) Pemeliharaan dan Pengaturan Lalu Lintas : Seksi 1.8
(b) Rekayasa Lapangan : Seksi 1.9
(c) Bahan dan Penyimpanan : Seksi 1.11
(d) Galian : Seksi 3.1
(e) Timbunan : Seksi 3.2
(f) Penyiapan Badan Jalan (Sub Grade Preparation) : Seksi 3.3
(g) Pelebaran Perkerasan : Seksi 4.1
(h) Lapis Pondasi Agregat : Seksi 5.1
(i) Lapis Beton Semen Pondasi Bawah CTSB : Seksi 5.5
(j) Lapis Resap Pengikat (Prime Coat) : Seksi 6.1
(k) Campuran Aspal Panas : Seksi 6.3
(l) Pemeliharaan Jalan Samping dan Jembatan : Seksi 10.2

(3) Toleransi

(a) Toleransi ukuran untuk pekerjaan persiapan agregat base harus sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3.3.1 (3) dari Spesifikasi ini.
(b) Tebal minimum Cement Treated Base (CTB) yang dihampar tidak kurang dari tebal yang disyaratkan. Tebal maksimum tidak boleh lebih besar dari 10 mm dari tebal yang di syaratkan.
(c) Tebal rata-rata pada potongan melintang dari survai lapangan harus tidak lebih atau kurang dari 10 % dari yang ditentukan.
(d) Apabila sebuah mal datar sepanjang 3 meter diletakkan pada permukaan jalan sejajar dan tegak lurus terhadap garis sumbu jalan, variasi permukaan yang ada tidak boleh melampaui 8 mm tiap 3 meter .
(e) Cement Treated Base (CTB) tidak boleh di hampar dengan tebal lapisan melebihi 15 cm tebal padat, dan tidak dalam lapisan kurang dari 7,5 cm tebal padat.

(f) Elevasi permukaan akhir tidak boleh berubah lebih dari 10 mm ke atas atau ke bawah dari elevasi rencana dalam setiap titik.
(g) Ukuran pada tepi lapisan Cement Treated Base (CTB) diukur dari garis sumbu rencana tidak boleh kurang dari yang tertera dalam Gambar Rencana.

(4) Standar Rujukan

Standar referensi yang digunakan adalah :

Standar Industri Indonesia
SII -13 –1997 : Portland Cement

AASHTO
AASHTO T 26 - 72 : Quality of Water to be used in Concrete
AASHTO T 104 - 77 : Soundness of Aggregate by use or Sodium Sulphate
AASHTO T 89 - 68 : Determining the Liquid Limit of Soil
AASHTO T 90 - 70 : Determining the Plastic Limit and Plasticity Index of Soil
AASHTO T 96 - 74 : Resistance of Abrasion of Small Size Coarse Aggregate by use of the Los Angeles Machine
AASHTO T 112 - 78 : Clay Lump and Friable Particle in Aggregate
AASHTO T 191 - 61 : Density of Soil in Place by Sand Cone.
AASHTO T 22 - 90 : Compressive Strength of Cylindrical Concrete Specimen.
AASHTO T 134 - 70 : Moisture - Density Relations of Soil - Cement Mixtures
AASHTO T 144 - 74 : Cement Content of Soil Cement Mixtures
AASHTO T 205 - 64 : Density of Soil in Place by the Rubber-Balloon Method
AASHTO T 224 - 67 : Correction for Coarse Particles in the Soil Compaction Test
AASHTO T 27 - 74 : Sieve Analysis of Fine and Course Aggregates
AASHTO T 147 - 65 : Materials for aggregate and soil - aggregate subbase, base and surface courses.
AASHTO M 81 - 70 : Cut-back asphalt (rapid curing type)
AASHTO M 82 - 70 : Cut-back asphalt (medium¬ curing type)
AASHTO M 140 - 70 : Emulsified asphalt
AASHTO M 141 - 70 : Slow curing liquid asphaltic road material
AASHTO M 208 - 72 : Cationic emulsified asphalt

(5) Persetujuan

Kontraktor harus mengajukan kepada Direksi Pekerjaan untuk mendapat persetujuan terhadap :

(a) Hasil percobaan laboratorium dari agregat, termasuk sifat-sifat dan kualitas disesuaikan dengan Spesifikasi yang ada terlebih dahulu sebelum melaksanakan pekerjaan. Contoh-¬contoh harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan dan akan disimpan sebagai referensi selama pelaksanaan konstruksi. Kontraktor harus menyediakan tempat penyimpanan yang tahan terhadap air dan dapat di kunci di lapangan untuk menyimpan contoh sesuai dengan instruksi Direksi Pekerjaan.

(b) Data Survai

Sebelum memulai melaksanakan pekerjaan, semua data elevasi hasil survai lapangan harus diserahkan untuk ditandatangani oleh Direksi Pekerjaan, dan juga semua Gambar potongan melintang yang disyaratkan.

(c) Percobaan (Test) dan Kontrol Kualitas (Qualitv Control)

Kontraktor harus bertanggung jawab terhadap semua percobaan (test) dan kontrol kualitas (quality control) dari Cement Treated Base (CTB) dan menyerahkan semua hasil percobaan kepada Direksi Pekerjaan.

(6) Cuaca Yang Diijinkan Untuk Bekerja

Cement Treated Base (CTB) tidak boleh dikerjakan pada waktu turun hujan atau ketika kondisi lapangan sedang basah/becek.

(7) Perbaikan Terhadap Lapis Pondasi Agregat dengan Cement Treated Base (CTB) Yang Tidak Memenuhi Ketentuan.

Atas instruksi Direksi Pekerjaan, Kontraktor harus memperbaiki Cement Treated Base (CTB) yang tidak memenuhi ketentuan sebagai diatur dalam spesifikasi maupun gambar konstruksi termasuk antara lain :

(a) Berkaitan dengan ketebalan lapisan, kekuatan, kepadatan dan komposisi campuran.
(b) Tata cara perbaikan.
(c) Apabila terjadi kegagalan Kontraktor dalam memenuhi ketentuan kualitas dan dimensi, maka Kontraktor harus mengkompensasikannya dengan penambahan tebal lapisan di atasnya (Asphalt Base Course, Binder atau Wearing Course).
(d) Apabila karena kualitas atau ketebalan lapisan Cement Treated Base (CTB) tidak dimungkinkan keberadaannya sebagai lapisan konstruksi, maka kontraktor harus melakukan pembongkaran dan penggantiannya.

(8) Rencana Kerja dan Pengaturan Lalulintas

(a) Sebaiknya, 14 hari setelah penghamparan Cement Treated Base (CTB), penghamparan lapis penutup atas (Asphalt Base Course, Binder Course, Wearing Course) harus dilaksanakan.
(b) Kontraktor harus menjamin bahwa di lokasi pekerjaan lalulintas tidak diijinkan lewat di atas Cement Treated Base (CTB), minimum 4 hari sesudah pemadatan terakhir dan mengalihkan lalu lintas dan membuat jalan alternatif.


5.6.2 BAHAN

(1) Semen Portland

(a) Semen harus sesuai dengan Standar Industri Indonesia, SII -13 -1977 Semen Tipe -1.
(b) Direksi Pekerjaan mempunyai hak melaksanakan percobaan material Semen untuk menjamin bahwa cara pengangkutan dan tempat penyimpanan tidak dapat merusak Semen.
(c) Semua semen harus disimpan terlebih dahulu di tempat penyimpanan dengan cara yang tepat/cocok.



(2) Air

Air harus sesuai dengan AASHTO T26 -27 dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Air harus bebas dari endapan dan dari zat yang merusak.

(3) Agregat

Secara keseluruhan gradasi agregat harus dalam batasan seperti berikut

Saringan ASTM (mm) % lolos
50
37,5
19,0
4,75
2,35
1,18
0,075
100
95 – 100
45 – 80
25 – 50
8-30
0-8
0-5

Persyaratan lain dari agregat adalah sebagai berikut :

Sifat AASHTO Test Persyaratan
Abrasion of coarse agregat
Plasticity Index
Liquid Limit
Clay Lump and Friable
Particle in Aggregate T96 – 74
T 90 – 70
T 89 – 68
T 112-78 Maks. 35%
Maks. 6%
Maks. 35%
Maks. 1%



5.6.3 CAMPURAN DAN TAKARAN

(1) Campuran Cement Treated Base (CTB) terdiri dari agregat, semen dan air atas persetujuan Direksi Pekerjaan. Kadar semen harus ditentukan berdasarkan percobaan laboratorium (laboratory test) dan percobaon campuran (trial mix).
Kadar air optimum harus ditentukan berdasarkan percobaan laboratorium.

(2) Rancangan Campuran

Kontraktor harus melakukon percobaon campuran (trial mix) dibawah pengawasan Kansultan Pengawas, untuk menentukan :

(a) Kuat tekan dari Cement Treated Base (CTB)
(b) Kadar semen yang dibutuhkan
(c) Kadar air optimum
(d) Berat isi campuran kering pada kadar air optimum.

(3) Karakteristik Cement Treated Base (CTB)

Campuran Cement Treated Base (CTB) akan berkaitan dengan ketentuan kuat tekan. Untuk mempersiapkan bahan/material untuk menempatkan percobaan campuran kedalam cetakan silinder dengan ukuran 150 mm x 300 mm, dalam tiga lapisan sesuai dengan AASHTO T 22 - 90.

Selama proses penghamparan Cement Treated Base (CTB), percobaan silinder harus dilakukan berpasangan. Silinder dari setiap pasangan harus dilakukan percobaan kuat tekan pada umur 7 hari dan pada umur 21 hari.

Pada awal pekerjaan, dan sampai saat Direksi Pekerjaan memerintahkan pengurangan jumlah silinder yang disyaratkan yaitu 6 silinder untuk setiap 1.000 m2 dari base atau bagian yang di hampar setiap hari.

Apabila jumlahnya cukup dan hasil test silinder yang ada dapat memuaskan, Direksi Pekerjaan bisa memutuskan bahwa kualitas beton dapat diterima, Direksi Pekerjaan dapat mengurangi jumlah silinder menjadi tiga pasang untuk setiap 1.000 m2 dari bagian yang dihampar setiap harinya.

Persyaratan kuat tekan (unconfine compressive strength) dari Cement Treated Base (CTB) (kg/cm2).

Silinder diameter 150 mm x 300 mm
Umur 7 hari 28 hari
Kuat Tekan (kg/cm2) 78 120


5.6.4 PERCOBAAN LAPANGAN (FIELD TRIALS)

(a) Disain campuran dalam Pasal 5.6.3 (1) harus dicoba di lapangan dengan luas pekerjaan Cement Treated Base (CTB) 500 m2, dengan tebal berdasarkan instruksi dari Direksi Pekerjaan.
(b) Luas percobaan dari Cement Treated Base (CTB) harus mendapat persetujuan dari Direksi Pekerjaan.
(c) Selama pelaksanaan pekerjaan, yang meliputi penghamparan, pemadatan, dan perawatan akan diawasi oleh Direksi Pekerjaan untuk memperoleh hasil yang memuaskan.
(d) Berdasarkan hasil percobaan lapangan sesudah 14 hari Direksi Pekerjaan dapat menyetujui Kontraktor untuk meneruskan pekerjaan atau menginstruksikan Kantraktor untuk membuat beberapa variasi percobaan yang lain.


5.6.5 PENGHAMPARAN DAN PENCAMPURAN

(a) Pencampuran dari Cement Treated Base (CTB) harus dengan peralatan continous mixing plant sistim ukuran berat untuk menjamin kebenaran porsi setiap bahan.
(b) Instalasi pencampuran harus dilengkapi dengan silo semen, tangki air (water tank), feeding and matering devices yang akan menyalurkan agregat, semen dan air kedalam mixer sesuai kuantitas yang dipersyaratkan dan campuran yang homogen.
(c) Waktu pencampuran Cement Treated Base (CTB) terhitung pada waktu air ditambahkan ke dalam campuran.


5.6.6 PENGANGKUTAN

(a) Cement Treated Base (CTB) harus diangkut dengan Dump Truck yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
(b) Jumlah dan kapasitas Dump Truck harus berdasarkan Jadwal Proyek dan kapasitas produksi alat pencampur (Mixer Plant).


5.6.7 PENGHAMPARAN DAN PEMADATAN

( 1 ) Persiapan Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base)

(a) Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base ) harus sesuai dengan Spesifikasi Seksi 5.1 termasuk, ketebalan, ukuran, elevasi, seperti terlihat pada Gambar.
(b) Permukaan Lapis Pondasi Bawah (Sub Base ) harus bersih dan rata.

(2) Penghamparan Cement Treated Base (CTB)

Cement Treated Base (CTB) harus dihampar dan ditempatkan di atas perbaikan tanah dasar (sub grade), dengan metode mekanis, menggunakan alat high density screed paver dengan dual tamping rammer sesuai instruksi Direksi Pekerjaan, untuk mendapatkan kepadatan, toleransi kerataan dan kehalusan permukaan.

(3) Pemadatan

(a) Pemadatan Cement Treated Base (CTB) harus telah dimulai dilaksanakan paling lambat 60 menit semenjak pencampuran material dengan air.
(b) Campuran yang telah dihampar tidak boleh dibiarkan tanpa dipadatkan Iebih dari 30 menit .
(c) Kepadatan Cement Treated Base (CTB) setelah pemadatan harus mencapai kepadatan kering lebih dari 95% maksimum kepadatan kering sebagai ditentukan pada AASHTO T 134.
(d) Test kepadatan lapangan Cement Treated Base dilakukan berdasarkan AASHTO T 191, T 205 atau cara lain yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
(e) Kadar air pada waktu pemadatan minimal sama dengan kadar air optimum dan maksimal sama dengan kadar air optimum ± 2 %.
(f) Pemadatan harus telah selesai dalam waktu 120 menit semenjak semen dicampur dengan air.

(4) Perawatan (Curing)

(a) Segera setelah pemadatan terakhir dan atas usul Direksi Pekerjaan bila permukaan telah cukup kering harus ditutup dengan menggunakan:

1) Lembaran plastik atau terpal untuk menjaga penguapan air dalam campuran.
2) Penyemprotan dengan Bituminous Emulsi CSS-l dengan batasan pemakaian antara 0,35 -0,50 liter per meter persegi.
3) Metode lain yang bertujuan melindungi Cement Treated Base (CTB) adalah dengan karung goni yang dibasahi air selama masa perawatan (curing).


5.6.8 PENGENDALlAN MUTU (QUALITY CONTROL)

(a) Kontraktor harus menyerahkan sekurang-kurangnya 3 contoh agregat dari sumber yang berbeda kepada Direksi Pekerjaan.
(b) Semua material ini akan digunakan untuk mendapatkan persetujuan dari Direksi Pekerjaan.
(c) Percobaan/uji material harus dilakukan untuk setiap 1.000 meter kubik Cement Treated Base (CTB).
(d) Disamping kepadatan dan kadar air campuran, campuran harus diuji kadar semen dalam campuran, sesuai dengan AASHTO T 144 -86.


5.6.9 PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN

( 1 ) Metode Pengukuran

Cement Treated Base (CTB) dibayar berdasarkan meter kubik padat sesuai dengan ukuran yang ada pada potongan melintang & memanjang dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

(2) Pembayaran Perbaikan Pekerjaan

Pembayaran terhadap bagian pekerjaan yang mengalami perbaikan atau dalam batas-batas tertentu tidak memenuhi persyaratan, tidak boleh merugikan pemilik pekerjaan.

(3) Dasar Pembayaran

Kuantitas yang disetujui dapat dibayar sesuai Harga Kontrak yaitu per meter kubik, sesuai dengan daftar Mata Pembayaran dibawah ini dan dapat dilihat dalam Daftar Penawaran.

Harga Satuan sudah termasuk kompensasi penuh untuk pencampuran, pengangkutan, penghamparan/penempatan, pemadatan, pemeliharaan, finising, testing dan perbaikan permukaan termasuk pengaturan lalulintas dan semua kebutuhan pengeluaran lainnya yang lazim dan pantas untuk menyelesaikan keseluruhan dari pekerjaan yang ditentukan dalam Pasal ini.


Nomor Mata
Pembayaran Uraian Satuan
Pengukuran

5.6. (1)
Lapis Pondasi Agregat Dengan Cement Treated Base (CTB)

Meter kubik


Lengkapnya oM ...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS