RSS

Kelebihan serta kekurangan perkerasan beraspal dan beton



PERKERASAN BERASPAL

Faktor Biaya

Perkerasan beraspal umumnya membutuhkan biaya awal konstruksi yang lebih rendah dari perkerasan beton, terlebih sebelum kenaikan harga minyak dunia yang berimbas pada kenaikan harga aspal. Namun untuk daya dukung tanah dasar dan umur rencana yang sama seperti perkerasan beton, maka keperluan agregat perkerasan beraspal akan lebih banyak, sehingga perlu pembukaan sumber material baru.
Selain itu perkerasan beraspal membutuhkan biaya pemeliharaan yang lebih tinggi selama umur rencana. Untuk mengurangi pemeliharaan yang tinggi ini, maka perkerasan beraspal lebih sesuai untuk lokasi yang tidak memiliki masalah
dengan drainase, dan lalu lintas yang lewat tidak terlalu padat. Selain itu biaya pemeliharaan dapat dikurangi, bila kerusakan yang terjadi (seperti: lubang, amblas) segera ditangani sedini mungkin.


Faktor Waktu

Umumnya selesai konstruksi, perkerasan beraspal tidak perlu
menunggu waktu yang lama, atau bisa langsung melayani kendaraan.
Bila satu dan lain hal perkerasan perlu dibongkar atau direcycling,
maka waktu yang diperlukan juga tidak lama, dengan kemampuan
alat yang tidak terlalu besar. Keawetan dan Kekuatan
Perkerasan beraspal bila dipelihara dengan baik bisa
bertahan sampai 10 tahun, sebelum dilakukan pekerjaan
peningkatan atau overlay. Karena sifatnya yang viscous elastis, maka
pekerasan beraspal lebih awet bila melayani lalu lintas dengan
kecepatan sedang atau tinggi. Pada kecepatan rendah atau statis
(seperti pemberhentian bus), perkerasan beraspal harus
didesain khusus untuk lebih tahan terhadap alur, yaitu dengan
gradasi tertentu dan aspalnya lebih tahan terhadap beban berat
(titik lembek tinggi atau penetrasi rendah). Kekuatan perkerasan
akan turun bila temperatur naik (pada siang hari). Oleh karena itu,
terlebih untuk kendaraan berat, bila kendaraan berjalan di malam
hari akan membantu keawetan perkerasan beraspal. Perkerasan
beraspal ini juga sangat sesuai untuk konstruksi badan jalan yang
belum stabil (masih turun), atau sering terjadi bongkar pasang
jaringan utilitas bawah tanah (listrik, gas, telpon, air).


Kenyamanan dan Keselamatan

Umumnya perkerasan beraspal sangat nyaman untuk
dilalui, terlebih pada konstruksi campuran panas, di mana
kekasarannya cukup rendah, yang juga mengurangi kebisingan.
Warnanya yang hitam atau gelap tidak memberikan efek silau pada
siang hari. Khusus untuk melayani kecepatan tinggi (jalan tol), bila
konstruksi dibuat agak porous, air yang tergenang saat hujan akan
lebih cepat terserap, selain mengalir ke tepi. Jarak pengereman
kendaraan di atas perkerasan beraspal cukup baik, karena nilai
kekesatan permukaan (skid resistance) hanya turun sedikit
(proses polishing diimbangi ageing), atau hampir konstan
sepanjang umur rencana. Aspek Konstruksi dan Peralatan
Secara historis perkerasan beraspal sudah lebih dikenal dan
lebih awal dibangun dari perkerasan beton. Peralatan yang digunakan juga beragam, dari yang sederhana untuk konstruksi pelaburan atau makadam, hingga yang lebih lengkap (asphalt mixing plant) untuk konstruksi campuran
panas. Pengalaman kontraktor di bidang konstruksi perkerasan
beraspal juga sudah lebih lama dan meluas. Workmanship yang
tinggi mulai dirasa perlu untuk pekerjaan dengan peralatan canggih, seperti recycling, atau persyaratan kuantitas bahan yang
tepat, seperti surface dressing.


Dampak Lingkungan

Kecuali pada tipe aspal emulsi, perkerasan beraspal
umumnya memerlukan energi yang tinggi, baik pada waktu
pencampuran, penghamparan, maupun pemadatan. Hal ini
ditentukan oleh nilai viskositas yang dibutuhkan oleh aspal agar
bisa menyelimuti agregat dengan baik, dan masih mudah dalam
pelaksanaan (workability). Energi yang tinggi ini digunakan untuk
memanaskan campuran beraspal (umumnya di atas 150oC), dan itu
tentu menguras sumber-sumber energi (baik renewable maupun
non-renewable) yang ada di alam. Pada konstruksi beraspal sederhana,
seperti penetrasi macadam, umumnya digunakan kayu sebagai
sumber energi, yang tentunya berpengaruh terhadap kelestarian
hutan. Selain kebutuhan energi, dampak lain terhadap lingkungan
adalah emisi hasil pembakaran.

PERKERASAN BETON

Faktor Biaya

Biaya awal konstruksi perkerasan beton walau masih di
atas perkerasan beraspal, namun karena pemeliharaannya sedikit
dan umur rencananya lebih panjang, maka biaya totalnya (life
cycle cost) akan lebih rendah dari perkerasan beraspal. Untuk
kondisi tanah dasar dan umur rencana yang sama dengan
perkerasan beraspal, keperluan agregatnya lebih rendah (sangat
cocok untuk daerah dengan ketersedian agregat terbatas).
Walaupun demikian bila terjadi kerusakan pada pelat/slab beton
perlu perbaikan pada satu atau dua segmen dengan biaya
pembongkaran dan perbaikan yang cukup tinggi, sehingga akan
menambah biaya total. Biaya pemeliharaan bisa tetap rendah,
kalau selama masa pembangunan beton dirawat dengan baik,
khususnya pembasahan permukaan (mengurangi pengaruh panas
matahari terhadap penguapan), dan dihindari dari beban kendaraan sebelum saatnya dibuka.


Faktor Waktu

Karena kekuatan beton selesai dicor masih rendah, maka
perlu menunggu waktu lama (~28 hari) untuk bisa dilewati lalu lintas.
Karena itu untuk peningkatan jalan lama, harus disediakan jalan
sementara, atau menutup sebagian lebar jalan bagi lalu lintas.
Memang ada additive untuk mempercepat kekuatan beton
sampai umur ~14 hari, namun ini tentu menambah biaya, dan
perawatannya juga harus lebih ketat. Karena konstruksi beton itu
kemudian cukup keras, maka bila dibongkar atau direcycling
dibutuhkan waktu yang lama, serta alat yang kuat (powerful).

Keawetan dan Kekuatan
 

Umumnya perkerasan beton bila pada awal pengecoran
dirawat dengan baik, umur pelayanannya bisa mencapai lebih
dari 20 tahun. Karena kekuatannya yang cukup tinggi, perkerasan
beton ini cocok untuk segala jenis pembebanan lalu lintas yang berat
atau statis sekalipun. Syarat kedua untuk mencapai umur rencana
yang panjang, adalah pondasinya yang mantap (tidak turun, apalagi
secara parsial). Syarat ketiga adalah perhatian dan pemeliharaan
sambungan antar segmen (joint sealent) terhadap masuknya air
hujan. Berbeda dengan perkerasan beraspal, maka perkerasan beton
ini kurang sesuai untuk konstruksi jalan/bahu yang masih sering
terjadi bongkar pasang jaringan utilitas.

Kenyamanan dan Keselamatan

Perkerasan beton memang tidak senyaman aspal (nilai
kekasaran rata-rata di atas 4m/km), terutama pada kecepatan
tinggi, di mana selain kekasaran, pengaruh sambungan juga terasa,
dan ini meningkatkan kebisingan. Menambah panjang segmen
memang salah satu solusi, namun konstruksi sambungan membutuhkan
desain yang lebih seksama, karena nilai muai dan susutnya tentu akan
lebih besar. Warna beton yang cenderung putih, kurang kontras
dengan marka jalan yang juga putih atau kuning, serta bisa
melelahkan pandangan mata. Memang seiring perjalanan waktu,
warna beton itu akan menjadi agak gelap karena lintasan lalu
lintas dan tumpahan oli, namun seragam dan cenderung masih
tetap putih atau abu-abu pada bagian di luar jejak roda. Karena
konstruksi beton umumnya tidak porous, maka pada waktu hujan,
air yang tergenang bisa menimbulkan slip (hydroplanning),
terlebih untuk perkerasan beton yang sudah licin. Jarak pengereman
untuk konstruksi yang baru sangat baik (walaupun menimbulkan
keausan pada ban kendaraan), namun mulai paruh umur rencana,
kekesatan bisa menurun cepat (polishing lebih dominan dari
ageing), sehingga perlu regroving bila kekesatan lebih rendah dari
persyaratan.

Aspek Konstruksi dan Peralatan

Perkerasan beton mulai dikenal luas di Indonesia sejak
pertengahan tahun 1980-an, di mana saat itu pabrik-pabrik semen
masih memiliki kapasitas produksi berlebih untuk kebutuhan domestik dan ekspor. Walaupun demikian di awal perkembangannya tidaklah
terlalu intensif, mengingat belum banyaknya jalur lintas kendaraan
berat (peti kemas), harga perkerasan beton yang tinggi,
masih rendahnya jam terbang kontraktor, dan investasi peralatan
yang cukup besar di tengah permintaan pasar yang belum jelas.

Dampak Lingkungan

Dari segi bahan baku, energi yang dibutuhkan untuk memproduksi semen atau aspal per satuan volume mungkin tidak jauh berbeda. Namun karena kebutuhan aspal dalam campuran hanya sekitar 5-6%, sedangkan
semen bisa lima kali lipatnya, maka energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan bahan baku semen akan lebih besar dari aspal untuk volume perkerasan jalan yang sama. Walaupun demikian,
secara total karena pencampuran semen, air, dan agregat merupakan proses kimia, tanpa memerlukan pemanasan, maka energi yang dibutuhkan untuk membentuk perkerasan beton jauh lebih rendah dari perkerasan beraspal.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar